Jakarta, CNN Indonesia -- Umur simpan dan kepraktisan selalu menjadi persoalan pokok dalam industri pangan. Kedua persoalan tersebut dapat menimbulkan permasalahan yang serius terutama untuk pribadi atau golongan yang harus bergerak secara gesit atau sering berada di dalam situasi di mana mereka tidak dapat memproduksi makanan, salah satu contohnya adalah tentara.
Pada zaman dahulu, para tentara selalu berada di bawah kondisi di mana mereka harus membawa asupan pangan dalam bentuk kaleng ataupun berbagai metode penyimpanan pangan yang tidak praktis lainnya saat sedang mejalani misi atau tugas. Namun, sejak adanya perkembangan berupa MRE, permasalahan dalam simpan-menyimpan makanan menjadi lebih mudah.
Meal, Ready to Eat (MRE) atau biasa disebut ransum merupakan serangkaian makanan yang dikemas dengan kemasan khusus agar dapat tahan lama dan praktis untuk dikonsumsi. Seperti namanya, MRE dapat langsung dikonsumsi atau perlu dilarutkan terlebih dahulu di dalam air, khususnya untuk MRE jenis minuman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara umum, di dalam satu bungkus MRE terdapat makanan berupa biskuit, atau roti selai, hidangan utama, lauk pauk, bumbu, permen, hidangan penutup, minuman dan perlengkapan makan seperti sendok, korek api, garpu, dan sebagainya.
MRE juga dilengkapi dengan pemanas otomatis sehingga tidak perlu menggunakan api untuk memanaskan makanan yang ada di dalamnya. Pemanas tersebut terbuat dari komponen senyawa besi dan magnesium yang dibungkus menggunakan lapisan kain (
fabric pad) yang akan aktif ketika kemasan MRE diletakkan di air. Reaksi kimia yang disebabkan oleh air akan menciptakan panas yang dapat memanaskan makanan di dalamnya hingga 士 39 derajat Celsius.
Satu bungkus MRE dapat digunakan untuk asupan sekali makan, sehingga dibutuhkan 3 bungkus MRE untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Meski teknologi MRE sudah digunakan sebelumnya pada tahun 1960-an oleh NASA untuk mendukung perjalanan manusia ke luar angkasa, MRE baru mulai dipandang sebagai pengganti kemasan kaleng pada tahun 1981. Pertama kali diuji coba, MRE mendapatkan banyak masukan dari para tentara karena menunya kurang menggungah selera.
Menurut U.S. Army’s Combat Feeding Directorate (CFD), masalah utama dari MRE adalah variasi menu yang masih cenderung kuno atau tradisional di mana mayoritas tentara yang sedang bertugas merupakan tentara muda sehingga menu yang lebih modern lebih disukai. Pada 1991, CFD bekerja keras untuk mengembangkan menu MRE agar lebih disukai, yang kemudian membuahkan hasil di mana jumlah menu berkembang dari 12 menjadi 24 pada tahun 1993.
Pengawetan bahan pangan agar dapat menjadi makanan MRE dilakukan dengan menggunakan proses termal. Makanan yang berbahan dasar susu diawetkan dengan menggunakan metode
Ultra High Temperature (UHT) untuk menjaga kandungan nutrisi serta memperpanjang umur simpan.
Proses dehidrasi digunakan untuk mencegah mikroorganisme membuat rusak atau busuk bahan pangan berbasis sayuran atau pati. Proses
hot filling pada suhu 90 derajat Celsius digunakan untuk mengawetkan bahan dengan komponen yang tidak tahan panas seperti senyawa pada buah-buahan atau
cocktail dan jus.
Untuk bahan makanan berbasis daging, dilakukan beberapa jenis metode pengawetan seperti iradiasi, pengeringan osmosis,
high temperature processing (HPP) untuk menonaktifkan mikroorganisme vegetatif dalam daging.
Makanan yang sudah diproses kemudian dimasukkan ke dalam kemasan yang terbuat dari
quad-laminate-four layered materials (empat layer quad-laminate material). Setiap layer masing-masing terdiri dari
poliolefin,
aluminium foil,
poliamide, dan
poliester berpigmen yang melindungi makanan dari bau tidak sedap.
Saat ini, penggunaan
zein (protein tipe
promaline yang ditemukan pada jagung) sebagai pengganti
foil pada kemasan MRE masih diuji coba. Alasannya karena
foil dikonsiderasi mudah rusak saat tertusuk dan juga dapat mengantarkan panas reflektif yang dapat mengindikasi keberadaan lokasi tentara yang membawanya. Hal tersebut dinilai sangat membahayakan dilihat dari sudut pandang personel militer yang sedang bertugas.
Mayoritas MRE yang digunakan untuk keperluan militer memerlukan beberapa persyaratan ketat yang harus dipenuhi. Satu bungkus MRE harus memiliki rentang batas kalori kurang lebih sebesar 1200 kalori dan memiliki daya simpan minimal 3 tahun pada suhu 27 derajat Celsius atau 38 derajat Celsius selama 9 bulan.
Kemasan MRE juga memiliki beberapa persayaratan khusus yang harus dipenuhi. Kemasan MRE harus dapat bertahan ketika dijatuhkan dari ketinggian 280 meter menggunakan parasut, dan dalam ketinggian 30 meter tanpa menggunakan parasut.
Di Indonesia, penggunaan MRE masih terbatas untuk keperluan militer. Meskipun MRE memiliki potensi penggunaan seperti makanan gawat darurat pada saat bencana alam (yang sering terjadi di Indonesia), untuk traveling (karena mudah dan praktis) dan pada kondisi lainnya di mana makanan sulit untuk diakses.
Namun, MRE sendiri memiliki harga yang termasuk dalam kategori tidak murah, 3 sampai 4 euro atau sekitar Rp50-75 ribu per bungkus, dan memiliki energi yang lebih rendah dibandingkan makanan sehari-hari.
Selain itu, variasi menu untuk MRE masih terbatas dan tidak banyak. Meskipun MRE memiliki potensi yang dapat berguna pada berbagai situasi selain kepentingan militer, MRE masih perlu dikembangkan lebih jauh agar dapat digunakan lebih leluasa dan menutup kekurangan yang ada.
Daniella Gabrielle & Glenndy Dionysis