Jayapura, CNN Indonesia -- Saat ini banyak artefak Papua yang disimpan di Eropa terutama Belanda dan Jerman. Artefak-artefak ini sebagian dibawa ke Eropa pada masa kolonial. Tidak ada bukti jual beli yang diakui negara maupun pelepasan yang diakui hukum adat, serta tidak disertai surat-surat resmi lainnya, sehingga bagi pihak luar negeri tidak ada legalitas hukum bagi mereka yang yang memperoleh artefak Papua.
Selain itu artefak Papua dilindungi Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Menurut undang-undang ini perdagangan benda cagar budaya dianggap ilegal dan melarang perdagangan artefak ke luar negeri.
Dengan demikian Indonesia bisa menuntut negara-negara, lembaga, museum maupun perorangan di luar negeri yang mengoleksi artefak Papua guna mengembalikannya ke Papua. Untuk itu, Indonesia perlu melakukan pendekatan diplomasi antar negara maupun pendekatan hukum melalui pengadilan internasional guna mendapatkan kembali tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artefak Papua yang menjadi koleksi di luar negeri yaitu, di antaranya kapak perunggu dari Pulau Asei, Kwadeware, Kampung Abar dan Ifar Besar. Selain itu juga batu berukir dan kapak batu dari Sentani.
Indonesia perlu belajar dari Italia dan Mesir yang berjuang mendapatkan kembali artefaknya yang ada di luar negeri.
Pemerintah Italia sering mengadakan perundingan dengan museum-museum luar negeri yang mengoleksi artefak Romawi, dengan harapan menghasilkan suatu kesepakatan yang menghindarkan penuntutan hukum tetapi menjamin penguasaan Italia atas artefak itu.
Sementara pemerintah Mesir membentuk lembaga khusus untuk mengembalikan artefak-artefak asal Mesir ke negara itu, pengadilan-pengadilan Amerika Serikat mengakui keabsahan tuntutan-tuntutan Mesir.
(ded/ded)