Yogyakarta, CNN Indonesia -- Belajar membaca dan berbicara bisa terjadi secara alami. Tetapi belajar berenang dan menulis merupakan hal yang berbeda, sebab keduanya harus dipelajari secara terus menerus.
Manusia bisa belajar berenang jika ada air yang dapat merendam seluruh tubuhnya. Bahkan biasanya, ada yang mengajari. Demikian juga dengan belajar menulis agar mampu mengejawantahkan gagasan dan pikiran secara jernih dan cerdas.
Kampus STIA “AAN” Yogyakarta menerima kunjungan dari STIA Bone. Kedatangan mereka adalah untuk studi banding sekaligus belajar berbagai hal. Tak hanya itu, mahasiswa juga dapat kesempatan mengikuti seminar menulis karya ilmiah dengan pemateri BL Padatu, MPA, dosen filsafat yang memaparkan betapa pentingnya mahasiswa bergelut dalam dunia kepenulisan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam paparannya, Padatu menyampaikan bahwa salah satu tujuan umum penyelenggaraan kegiatan belajar di perguruan tinggi adalah menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. “Tidak hanya sekadar mengumpulkan jumlah minimal SKS yang dibebankan kemudian memperoleh ijazah dan gelar akademik,” ujarnya.
Sebagai mahasiswa, sudah seharusnya mereka mengenal dunia tulis menulis sebagai tempat berkarya dengan cara menghasilkan karya tulis yang dikumpulkan usai dosen memberikan tugas. Tulisan itu bisa berupa karya ilmiah, makalah, resensi buku, atau opini. Oleh sebab itu sudah seharusnya mahasiswa tidak pernah lepas dari belajar tulis menulis.
Namun celakanya, maraknya media sosial sebagai pusat informasi justru membuat mahasiswa sering malas. Tulisan-tulisan yang dihasilkan dan disebarkan di media sosial justru bertolak belakang dengan status, fungsi dan tugas mahasiswa sebagai calon intelektual.
Ketersediaan media sosial malah kerap digunakan secara serampangan untuk kepentingan yang jauh dari manfaat sebenarnya, Tidak percaya? Lihat saja berbagai status, diskusi dan beragam ungkapan yang ada di media sosial. Kebanyakan adalah hal yang tergolong remeh temeh dan tak punya kaitannya dengan prosesi mahasiswa sebagai calon intelektual.
“Untuk itulah, kampus STIA “AAN” terus mendukung segenap mahasiswanya untuk mengembangkan bakat yang dimiliki agar mahasiswa terus berperan aktif di kampus dam masyarakat dalam rangka mengembangkan dan mengasah kemampuan yang dimiliki,” kata Daris Yuliyanto, SIP, MPA, Ketua Bidang Kemahasiswaan.
Senada dengan itu, Emilia, mahasiswa jurusan ilmua Administrasi bertutur, “Saya menyukai tulis-menulis khususnya bikin cerpen meski kampus tidak mengharuskan. Kendati begitu, kebiasaan menulis sangat membantu ketika melaksanakan tugas yang diberikan dosen pada mahasiswa.”
Menurut BL Padatu, salah satu hambatan terbesar dalam belajar menulis adalah enggan mempelajari tata bahasa. Untuk itu ia mengajak mahasiswa bergaul dengan tata bahasa jika ingin menikmati proses menulis yang baik. “Menulis itu bisa disebut ‘misteri.’ Maka belajar menulis itu sendiri adalah cara mengetahui seluruh misteri. No Write, no mystery,” ujar Padatu.
(ded/ded)