Jayapura, CNN Indonesia -- Pada zaman dulu, suku Asmat mengenal tradisi pengayauan atau tradisi potong kepala musuh. Kepala hasil pengayauan merupakan prestise tersendiri bagi kepala suku maupun panglima perang, karena akan dianggap sebagai pemberani dan mampu mengalahkan banyak musuh dalam perang.
Tengkorak kepala ini akan dirawat dan disimpan baik-baik oleh pemiliknya. Pada masa lalu, tengkorak kepala juga oleh suku Asmat dijadikan sebagai bantal kepala. Namun yang berhak menggunakan bantal ini hanyalah kepala suku atau panglima perang saja.
Selain itu tengkorak kepala tidak hanya berfungsi sebagai bantal saja, tetapi juga dibawa kemanapun mereka pergi, dengan keyakinan bahwa mereka akan mendapat perlindungan dari arwah yang dipenggal kepalanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, suku Asmat tidak mengenal lagi tradisi pengayauan lagi, tengkorak-tengkorak peninggalan pengayauan masa lalu telah menjadi artefak budaya.
Tengkorak kepala Asmat sudah lama jadi incaran para turis asing, bahkan beberapa tahun yang lalu dalam iklan di sebuah koran Australia, dijual tengkorak Asmat dengan harga fantastis.
Tengkorak Asmat merupakan artefak budaya harus diselamatkan dan perlu dilindungi, perlu pengawasan yang lebih cermat terhadap turis-turis asing yang berkunjung ke Asmat.
(ded/ded)