Jakarta, CNN Indonesia -- Di Malaysia, terdapat banyak sekali anak-anak dari para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negara itu. Sebagian besar dari mereka berada di ladang-ladang perkebunan kelapa sawit, seperti di Sarawak. Kalau mereka tidak sekolah, bahaya kriminalitas, radikalisme, dan sebagainya, mengintip mereka.
Untuk mencegah itu terjadi, Kedutaan Besar RI di Malaysia mendirikan banyak Community Learning Center (CLC) sejak 2009. CLC itu seperti sekolah atau lembaga yang menyediakan akses pendidikan kepada anak-anak TKI. Total sudah ada 19 CLC, yang didirikan pemerintah dan bekerjasama dengan perusahaan sawit, di Sarawak.
Prof. Ari Purbayanto, Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur, penggagas berdirinya CLC di Sarawak, Malaysia, menyebutkan bahwa KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Kuching sudah berkomitmen untuk membantu proses pendirian CLC di ladang-ladang perkebunan kelapa sawit wilayah Sarawak Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walaupun sudah ada sekitar 19 CLC yang beroperasi di wilayah Sarawak Malaysia, namun masih ada ribuan anak Indonesia yang belum mengenyam pendidikan. Diharapkan sedikitnya akan didirikan 50 CLC di Sarawak Malaysia untuk memenuhi pendidikan anak-anak Indonesia yang mengikuti orang tuanya bekerja di perkebunan kelapa sawit.
Duta Besar RI untuk Malaysia Rusdi Kirana mengatakan isu anak-anak TKI yang ilegal merupakan masalah kedua negara. Mereka rentan disusupi paham radikalisme, termasuk rentan melakukan kejahatan. Oleh sebab itu, harus segera diatasi.
NGO juga Ikut Serta
Tak hanya pemerintah, lembaga nirlaba macam VTIC Foundation, juga turut serta dalam pengembangan CLC. Relawan VTIC yang terdiri dari mahasiswa dari seluruh Indonesia tahun ini membuat gerakan pemberian seragam dan buku gratis untuk CLC yang akan dan baru didirikan di wilayah Sarawak Malaysia pada 8 – 13 November 2017.
Menurut Ineu Rahmawati, pendiri VTIC Foundation, kegiatan VTIC yang sudah dilakukan selama enam tahun ini merupakan kegiatan relawan mengajar anak-anak TKI yang dilakukan di seluruh CLC Sarawak Malaysia setiap tahunnya. Sekitar 30 hingga 40 mahasiswa diterjunkan langsung untuk membantu mengajar di CLC Sarawak Malaysia setiap tahun.
Kegiatan VTIC kali ini merupakan kegiatan relawan untuk membagikan seragam dan buku bagi sekolah-sekolah lama dan baru yang didirikan oleh swadaya masyarakat dan perusahaan. Dengan tema “Jalin Silahturahmi antar Pengajar VTIC dan Guru CLC”, para relawan yang sudah pernah mengajar di CLC menjalin komunikasi dan silahturahmi dengan guru-guru CLC.
Mereka adalah Muhamad Nuzul (Universitas Indonesia), Putri Maisani dan Nyimas Mirsa (Universitas Negeri Jakarta), Maya Safitri (Universitas Tanjungpura), dan Hafizh Hardian (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an). Mereka merupakan relawan yang sudah pernah mengajar di CLC Sarawak Malaysia selama satu bulan dan kali ini kembali ke Sarawak untuk menjalin silahturahmi dengan guru-guru CLC.
Prof. Ari Purbayanto, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI KL, yang ditemui di kantornya (9/11) mendukung penuh kegiatan VTIC yang membantu pemenuhan pendidikan bagi anak-anak TKI di Sarawak Malaysia. Hal ini merupakan sebuah perjuangan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan relawan dalam memenuhi hak pendidikan anak TKI di Sarawak.
Acara VTIC bekerja sama dengan PT Sprint Asia Technology yang memberikan seragam merah putih, seragam batik, buku dan peralatan sekolah untuk CLC lama dan CLC yang baru didirikan. Setyo Harsoyo, Direktur PT Sprint Asia Technology, mengungkapkan perusahaannya sering memberikan bantuan bagi sekolah-sekolah di Indonesia, namun baru kali ini bantuan diberikan untuk anak TKI di Sarawak.
Bantuan yang diberikan mudah-mudahan bisa memberikan motivasi kepada anak-anak Indonesia untuk tetap semangat bersekolah walaupun jauh dari tanah air. Ia juga mengungkapkan rasa bangga terhadap para relawan VTIC yang mau mengorbankan waktu dan tenaga untuk memberikan bantuan bagi sekolah anak TKI di Sarawak Malaysia.
“Mereka harapan bangsa ini. Apa yang kami berikan semoga bisa membantu anak-anak TKI untuk mengeyam pendidikan sama seperti anak Indonesia yang berada di Indonesia,” kata Setyo.
Beberapa sekolah lama dan baru yang diberikan bantuan seragam oleh VTIC, mereka adalah CLC Greenfield, CLC Borneo, CLC Taniku, CLC Misbah, CLC Pasira, dan CLC Retus Rantau, CLC Galasah, CLC Pinang, CLC Sungai Balim, CLC Sarimas, dan CLC Sungai Klad yang berada di wilayah Sibu, Bintulu, dan Miri, Sarawak Malaysia. Anak-anak dan masyarakat sangat antusias menerima seragam dan buku baru yang diberikan. Mereka juga mengucapkan rasa terima kasih karena sudah diperhatikan oleh saudara sebangsanya di tanah air. Mereka juga merasa bersyukur pemerintah Indonesia sudah membantu anak-anak mereka untuk mengenyam pendidikan di wilayah Sarawak.
“Kami disini mau beli seragam itu susah harus pergi ke Pontianak. Ongkos transport saja sudah mahal dan jauh dari tempat kami bekerja. Adanya kegiatan VTIC sangat membantu anak saya untuk sekolah. Mereka senang dapat seragam merah putih baru,’” ujar Jefry salah satu TKI yang bekerja di perkebunan Greenfield.
Tidak hanya sekolah baru, program VTIC juga memberikan bantuan buku kepada 19 CLC di Sarawak Malaysia. Pemberian bantuan buku ini dilakukan untuk membantu para guru dalam mengajar anak-anak di sekolah karena terbatasnya jumlah buku yang ada di sekolah. Setelah pemberian bantuan, diharapkan pemenuhan pendidikan bagi anak TKI di Sarawak Malaysia lebih baik lagi.
(ded/ded)