Jakarta, CNN Indonesia -- Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi antar manusia. Bahasa merupakan identitas suatu bangsa. Dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, dibutuhkan sarana untuk menyampaikan maksud dan tujuan, salah satunya adalah dengan bahasa.
Namun, sejalan dengan perkembangan dunia saat ini, terjadi penambahan atau pemodifikasian dalam berbahasa yang benar, khususnya bahasa Indonesia. Modifikasi ini justru menimbulkan suatu tantangan baru.
Tantangan itu ada yang bersifat internal dan ada yang bersifat eksternal. Tantangan yang bersifat eksternal itu, antara lain arus globalisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produk arus globalisasi salah satunya adalah internet, yang menjadikan the world in our hand. Alat elektronik seperti handphone, laptop, dan televisi kini merupakan kebutuhan yang harus juga terpenuhi.
Awalnya hanya sekedar menunjang kebutuhan manusia dalam bekerja, sekarang sudah meluas dengan adanya jejaring komunikasi yang awam disebut dengan media sosial, seperti Instagram, Line, dan Twitter yang merupakan aplikasi medsos populer saat ini.
Dewasa ini sudah banyak bermunculan bahasa modifikasi, seperti bahasa gaul atau bahasa prokem (yang populer tahun 80an). Lalu, yang teranyar adalah bahasa alay.
Menurut Sahala Saragih, dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran, bahasa alay merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas mereka. Penggunaan bahasa sandi tersebut menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa atau dipakai dalam komunikasi secara tertulis.
Dalam ilmu bahasa, bahasa alay termasuk sejenis bahasa “diakronik‟. Yaitu bahasa yang dipakai oleh suatu kelompok dalam kurun waktu tertentu.
Perkembangan bahasa diakronik ini, tidak hanya penting dipelajari oleh para ahli bahasa, tetapi juga ahli sosial atau mungkin juga politik. Sebab, bahasa merupakan sebuah fenomena sosial yang hidup dan berkembang.
Kelompok remaja menggunakan bahasa-bahasa khusus untuk memberikan identitas tertentu. Utamanya, agar mereka mempunyai perbedaan dengan kelompok-kelompok lainnya seperti kelompok orang tua dan anak-anak. Penggunaan bahasa khusus ini merupakan suatu eksistensi yang dihadirkan oleh remaja itu sendiri. Muncullah bahasa Indonesia sejenis bahasa gaul dan bahasa alay.
Bahasa gaul adalah dialek bahasa Indonesia nonformal yang digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan (KBBI, 2008: 116). Bahasa gaul identik dengan bahasa percakapan (lisan). Bahasa gaul merupakan fenomena kawula muda yang ingin eksistensinya dianggap berbeda dan dianggap keren oleh kalangan lain, mengingat masa remaja adalah masa yang membara-bara.
Namun ternyata, penggunaan bahasa gaul sering kali mendapat pertentangan karena kaidahnya yang melenceng dari bahasa Indonesia. Bahasa gaul dianggap merupakan pengrusakan bahasa Indonesia. Sampai-sampai dianggap tidak menghargai perumusan bahasa persatuan, bahasa Indonesia dalam Sumpah Pemuda.
Di sisi lain, ada kalangan yang menyatakan bahwa bahasa gaul itu tidak bermaksud menghancurkan bahasa Indonesia, ia hanya digunakan sebagai sarana komunikasi antarremaja agar saling akrab dan dekat, yang ditunjukkan kepada kawan sebayanya. Jadi, jika berbicara kepada yang lebih tua atau yang lebih muda tetap menggunakan bahasa yang sopan pada umumnya.
Bagaimanapun juga, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warganya. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya lain yang jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia.
Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.
Disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan negara. Setiap warga negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan menggunakanya dengan baik dan benar. Munculnya pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa gaul, maupun bahasa alay merupakan bentuk tidak mendukungnya perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal pemakaian bahasa Indonesia mengenal ungkapan “Bahasa menunjukkan bangsa”.
Oleh karena itu kesadaran disiplin berbahasa merupakan hal yang tidak boleh dikesampingkan, khususnya remaja. Disiplin berbahasa dibutuhkan lebih jauh agar bangsa Indonesia pada jaman milenial ini tetap tangguh dan dapat mempertahankan jati dirinya di tengah-tengah pergaulan internasional yang sangat rumit.
(ded/ded)