Jakarta, CNN Indonesia -- Menyambut tahun baru dan target penerimaan pajak yang baru di tahun 2018 yaitu sebesar Rp 1.618 triliun, meningkat 9,9 persen dibandingkan target APBN-P 2017. Sebagai warga negara yang baik dan wajib pajak yang patuh sudah semestinya kita ‘kenalan’ dengan Pajak.
Hal ini penting karena Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak self assessment di mana segala pemenuhan pajak dari penghitungan sampai pelaporan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak dan peran fiskus di sini hanyalah sebagai pengawas/penegak hukum disamping fungsi lainnya di bidang pelayanan dan penyuluhan.
Dari tahun ke tahun, realisasi penerimaan pajak selalu meleset dari target yang dibebankan, hal tersebut patut menjadi masalah kita bersama. Mengapa demikian? Jika negara diibaratkan adalah tubuh maka diperlukan darah yang mengaliri tubuh. Agar tetap hidup tubuh kita memerlukan sari-sari makanan yang diangkut oleh darah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analogi ini berlaku pula untuk pajak sebagai penggerak program-program pemerintah di mana ketidaktersediaan dana akan menyebabkan rencana-rencana pemerintah yang telah disusun menjadi macet bahkan terancam gagal untuk dilaksanakan.
Selain itu Pajak merupakan faktor terpenting bagi keuangan negara dalam menjamin kelangsungan pembangunan nasional tanpa tergantung kepada sumber daya alam dan bantuan asing (jerat utang). Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Siapakah wajib pajak itu? Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (UU KUP Pasal 1 Ayat 2).
Untuk menggenjot tercapainya penerimaan pajak di tahun 2018, dibutuhkan gotong royong kita bersama. Dilansir dari laman DJP di www.pajak.go.id jumlah wajib pajak terdaftar saat ini adalah 36.031.972 dengan 16.599.632 di antaranya wajib menyampaikan SPT. Dari jumlah tersebut, yang telah menyampaikan SPT tahun pajak 2016 adalah 9.789.398 atau 58,97 persen.
Di sisi lain, berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri jumlah penduduk Indonesia per 18 September 2017 yang telah melakukan perekaman Kartu Tanda Penduduk elektronik (E-KTP) sebanyak 175.949.127. Asusmsikan bahwa jumlah tersebut adalah jumlah orang dewasa yang berpenghasilan (aktif atau pasif) dan yang tidak berpenghasilan, sehingga dapat disimpulkan hanya 36.031.972 dari 175.949.127 penduduk atau hanya sekitar 0,21 persen penduduk yang ber E-KTP yang memiliki NPWP.
0,21 persen adalah jumlah yang sangat kecil sekali dan masih besar sekali potensi penerimaan pajak yang belum dioptimalkan. Untuk menggenjot penerimaan pajak 2018, DJP sebagai otoritas yang ditugasi menarik pajak, perlu melakukan strategi-strategi khusus agar tingkat rasio WP Patuh di tahun 2018 meningkat.
Berikut adalah alternatif-alternatif yang dapat dilakukan oleh DJP untuk mendorong kepatuhan wajib pajak:
a. Integritas, untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pertama DJP perlu menjaga integritas petugas pajaknya terlebih dahulu, sehingga tidak akan dijumpai ‘Gayus’ lainnya di masa depan;
b. Penyederhanaan Sistem perpajakan, DJP perlu menyederhanakan sistem perpajakannya, khususnya pada Withholding Tax Sistem, sehingga wajib pajak tidak kerepotan dalam melakukan kewajiban perpajakannya;
c. Kualitas, DJP perlu meningkatkan kualitas petugas pajak mereka, sehingga dengan sumber daya manusia yang berkualitas dapat memperbaiki sistem perpajakan dan menutup tax loophole, diharapkan tidak lagi ditemukan tindakan Tax Avoidance seperti yang dilakukan Google;
d. Kuantitas, jumlah wajib pajak terdaftar saat ini tidak sebanding dengan jumlah petugas pajak DJP, berdasarkan data dari laman DJP di www.pajak.go.id jumlah wajib pajak terdaftar saat ini adalah 36.031.972 sedangkan jumlah petugas pajak 39.277 (berdasarkan data dari laman www.sdm.kemenkeu.go.id).
DJP perlu menambahkan jumlah petugas pajaknya apabila ingin meng-cover potensi pajak yang belum tergali serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan kewajiban dan hak wajib pajak.
Apakah alternatif-alternatif tersebut cukup untuk mendorong kepatuhan wajib pajak? Belum cukup. Ternyata masih ada hal lain yang harus dilakukan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak, salah satunya dengan membangkitkan Tax Morale.
Hasil berbagai penelitian menunjukkan, ada banyak kelompok masyarakat yg meskipun detection risk dan sanksi yang ditetapkan otoritas pajaknya rendah, mereka tetap memilih untuk patuh/tertib membayar dan melapor kewajiban pajaknya. Mengapa? Karena sudah ada Tax Morale dalam diri mereka.
Menurut Sandmo dan allingham (1972) masyarakat yang merasa berutang budi kepada pemerintah merasa perlu membalas budi pemerintah dengan cara membayar pajak. Masyarakat yang merasa yakin bahwa uang pembayaran pajaknya digunakan dengan tepat cenderung akan patuh meskipun detection risk dan sanksinya relatif rendah.
Dengan meningkatnya kepatuhan pajak, diharapkan penerimaan pajak ikut meningkat. Penerimaan pajak yang tinggi membantu Indonesia mandiri terbebas dari jerat rantai utang.
(ded/ded)