Jakarta, CNN Indonesia -- Pajak merupakan faktor terpenting bagi keuangan negara dalam menjamin kelangsungan pembangunan nasional tanpa tergantung kepada sumber daya alam dan bantuan asing. Fjeldstad (2013:1) menyatakan bahwa “An effective tax sistem is considered central for sustainable development because it can mobilize the domestic revenue base as a key mechanism for developing countries to escape from aid or single natural resources dependency.”
Di Indonesia, pajak merupakan sumber pembiayaan negara terbesar, karena sekitar 80 persen pengeluaran negara dibiayai oleh pajak. Fungsi pajak sebagai sumber pembiayaan ini dikenal sebagai fungsi
budgetair pajak. Setiap tahunnya target penerimaan pajak terus meningkat, oleh karena itu dibutuhkan peran dan dukungan masyarakat, dalam hal ini
voluntary compliance wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Membayar pajak merupakan salah satu kewajiban warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 23A UUD Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pajak dikumpulkan dari warga pajak dan digunakan untuk membiayai seluruh kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, bandara), subsidi (pendidikan, energi, kesehatan), dan pembiayaan lainnya. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dibutuhkan sistem perpajakan yang adil, di mana pemerintah tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap wajib pajak dan tidak menguntungkan suatu pihak atau golongan tertentu.
Keadilan sendiri merupakan substansi utama dalam perumusan kebijakan, akan tetapi keadilan adalah hal yang abstrak dan subjektif sehingga sangat sulit untuk menemukan formula sistem perpajakan yang dapat memenuhi prinsip keadilan tersebut. Suatu kebijakan yang dapat diterima oleh seluruh pihak, seluruh rakyat, semua golongan. Sistem perpajakan yang adil setidaknya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1.
Benefit Principle, wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah (pendekatan ini disebut
Revenue and Expenditure Approach, Musgrave). Misal, tujuan masyarakat membayar pajak kendaraan bermotor untuk membiayai pembangunan dan pemeliharaan jalan.
2.
Ability to pay principle, setiap orang diwajibkan membayar pajaknya sesuai dengan kemampuannya, berdasarkan pendapatan yang mereka peroleh. Prinsip ini dikenal dengan istilah
a transfer of income atau transfer penghasilan dari mereka yang memiliki penghasilan tinggi kepada yang berpenghasilan rendah. Semakin besar
ability to pay Wajib Pajak, semakin besar pula Pajak yang dibebankan kepadanya (keadilan vertikal).
Konsep ini yang mendasari pengenaan pajak penghasilan secara progresif (kebijakan pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi untuk setiap tambahan pendapatan), seperti yang dianut oleh sistem Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia. Prinsip ini menerapkan fungsi pajak sebagai alat redistribusi kekayaan.
3.
Horizontal Equality, keadilan horizontal dalam perspektif pajak mengandung makna, untuk wajib pajak dengan kondisi kemampuan atau penghasilan yang sama harus dikenakan jumlah pajak yang sama tanpa membedakan jenis atau sumber penghasilannya. Prinsip ini mengabaikan potensi perbedaan pengeluaran dari masing-masing rumah tangga.
Dengan adanya sistem perpajakan yang adil diharapkan dapat meningkatkan
voluntary compliance wajib pajak, semakin tinggi
voluntary compliance wajib pajak, diharapkan semakin banyak wajib pajak yang terdaftar dan aktif melakukan kewajiban perpajakannya, sehingga target penerimaan pajak dapat tercapai. Perwujudan dari kewajiban dan peran serta seluruh warga negara sebagai wajib pajak aktif secara langsung dapat membantu membiayai negara dalam pembangunan nasional dan mendorong kemandirian bangsa.
(ded/ded)