Jakarta, CNN Indonesia -- “Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan setiap orang sebagai guru.” Kalimat yang memiliki makna mengenai hidup yang harus terus belajar, di mana pun, kapan pun, dengan siapa pun. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang lemah (Q.S. Annisa; 28) dan juga bodoh (Q.S al-Ahzab : 72). Tapi di samping itu manusia juga diberi karunia akal untuk dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Itulah kalimat bijak dari seorang guru yang sekaligus aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Beliau adalah Ki Hadjar Dewantara, tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau merupakan salah satu tokoh yang menjadi guru bagi banyak tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Bagian dari semboyan ciptaannya, Tut Wuri Handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Slogan tersebut merupakan salah satu dari 3 slogan ciptaannya yaitu;
“Tut Wuri Handayani – Ing Ngarso Sun Tulodo – Ing Madyo Mangun Karso”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang berarti: “Di depan memberi teladan atau contoh yang baik, di tengah menciptakan prakarsa dan ide, dari belakang memberikan dorongan dan arahan.”
Meski kalimatnya sederhana, tiga slogan di atas memiliki makna yang mendalam mengenai pemimpin dan pembelajar (Leader and Learner). Pemimpin tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan tugas dan arahan, melainkan pemimpin juga harus bisa menjadi teladan yang baik bagi yang dipimpinnya, ia juga harus bisa berbaur dengan anggotanya serta menciptakan inovasi-inovasi bagi lingkungannya.
Tapi siapa sih yang disebut pemimpin?
“Dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. …” (Hadits riwayat Ibnu Umar ra.)
Setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin bagi dirinya sendiri. Seperti apa yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara, dalam bertindak seorang pemimpin harus menjadi teladan.
Untuk itu seorang leader harus mengetahui yang mana yang benar dan yang mana yang salah. Karena dengan begitu setiap langkah, arahan dan keputusan yang dihasilkan mengantarkan kepada tujuan yang benar pula.
Kemampuan memilah hal yang benar dan salah merupakan ciri khas makhluk pembelajar (learner), seorang learner yang memiliki kecakapan dan ilmu pengetahuan akan mengurangi peluang terjerumus pada kesalahan. Seorang leader yang bertanggung jawab atas yang dipimpin harus bisa membawa apa yang dipimpinnya menuju jalan yang benar, maka leader harus memiliki kecakapan dan ilmu pengetahuan yang baik.
Pemimpin yang baik adalah pembelajar, karena ia akan menjadikan setiap persoalan yang ia lalui sebagai pembelajaran untuk menjadi lebih baik. Seperti apa yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara di awal tadi, bahwa kita harus menjadikan setiap tempat sebagai sekolah.
Selain itu beliau juga mengatakan bahwa kita harus menjadikan setiap orang adalah guru, dengan sikap ini seorang leader akan memiliki sifat rendah hati, tidak mudah menganggap remeh seseorang, karena siapapun orang tersebut, tidak akan menutup kemungkinan melalui dia Allah akan memberikan pembelajaran paling berharga dalam hidup kita yang bisa jadi tidak akan kita dapatkan dari orang lain.
“Today a reader, tomorrow a leader” (Margaret Fuller)
Belajar bisa dari banyak hal, banyak tempat, dan banyak orang, tapi belajar tidak sempurna tanpa membaca.
“…Iqra’ bismi Rabbi-ka…” perintah pertama kepada Nabi Muhammad saw, menunjukkan bahwa kita sebagai pemimpin dan makhluk pembelajar memang diharuskan untuk membaca. Karena membaca dapat menambah wawasan, membaca dapat memberikan pemahaman, membaca juga menjalankan perintah agama. Dengan membaca maka akan menghasilkan makna, dan dengan makna akan menghasilkan kebijaksanaan.
Pemimpin yang bijaksana adalah seorang pembaca yang baik, karena seiring dengan meningkatnya wawasan ia akan semakin merasa bahwa ia tidak tahu apa-apa.
Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:
1. Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong.
2. Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`.
3. Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia tidak tahu apa-apa.
(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim:65)
Jadi jangan pernah puas ketika kita mendapat wawasan baru, teruslah belajar! teruslah membaca!
Read trough it!
Learn from them!
Lead for us!
(ded/ded)