Jakarta, CNN Indonesia -- Para pemuda pemudi Indonesia pernah menggebrak peradaban dengan persatuan. Sejarah mencatat lahirnya Sumpah Pemuda berawal dari Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada 27 dan 28 Oktober. Butir ketiga Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 berisi: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bahasa adalah sebuah sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi, menurut Yayat Sudaryat dalam bukunya Makna Dalam Wacana (2008; 2). Dalam konteks ini, bahasa bersifat sistematis dengan kaidah dan peraturan yang dimiliki. Selain itu, dalam penggunaan bahasa, aspek sosiokultural turut ambil bagian dalam pembentukan serta perkembangan bahasa.
Salah satu kultur itu ialah bahasa asing seperti bahasa Inggris, misalnya. Berkembangnya sosial budaya, apalagi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang resmi dimulai sejak dua tahun silam, secara tak sadar menggerus bahasa Indonesia sebagai dampaknya. Di banyak siaran televisi, dunia hiburan berhiaskan bahasa Indonesia bercampur bahasa Inggris seperti penggunaan “which is” untuk menjelaskan sesuatu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebebasan bahasa Indonesia untuk melenggang di ruang publik pun terancam. Papan reklame, kain rentang, dan papan-papan penunjuk publik dihiasi dengan penggunaan bahasa asing. Dalam diskusi Bulan Bahasa dan Sastra di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dadang Sunendar mengatakan penggunaan bahasa asing di ruang publik ini jadi kegelisahan pengurus Bulan Bahasa.
“Kami mengumbai kepada seluruh masyarakat, terutama ibu, bapak, dan para pengusaha untuk menyayangi dan mencintai betul bahasa Indonesia, terutama di ruang publik karena dilihat oleh adik dan anak-anak kita. Kalau semuanya berbahasa asing, lama-lama bahasa Indonesia akan terancam dan punah atau tergusur. Jangan sampai itu terjadi,” kata Dadang dilansir Tirto.id.
Undang-Undang Nomo 24 tahun 2009 Pasal 36 jelas menyebutkan bahwa bahasa Indonesia itu wajib digunakan untuk nama jalan, nama merek dagang, nama apartemen, dan lain-lain. “Sudah ada Perda DKI tentang penyelenggaraan reklame yang ada di dalamnya berbicara tentang aturan publiksi di depan umum. Namun hal tersebut terlihat kurang berjalan baik,” lanjut Dadang.
Namun, masifnya penggunaan bahasa asing—utamanya bahasa Inggris, tidak bisa langsung menyalahkan perekonomian global dan himpitan budaya lain yang bebas masuk ke Indonesia. Sah-sah saja mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Karena tak ada diksi yang pas dalam bahasa Indonesia untuk menjelaskan yang dimaksudkan.
Saya sebagai penikmat buku kadang lebih suka buku asli jika penulisnya asing ketimbang buku terjemahan bahasa Indonesia. Rasanya nyaman dengan penggunaan diksi-diksi bahasa Inggris yang bagi saya penginterpretasiannya lebih mudah. Misalnya, kata
scintilla yang jika dideskripsikan artinya adalah lampu-lampu kecil yang menyala dalam gelap; jejak atau tanda yang sulit dilacak. Dalam kamus Bahasa Indonesia, hanya diterjemahkan sebagai ‘berkilau’ sepadan dengan
shining.
Bahasa Indonesia bisa dikatakan lebih sedikit daripada bahasa Inggris. Saat ini bahasa Indonesia baru memiliki 91 ribu kosakata. Jauh jika dibandingkan dengan bahasa Inggris yang sudah memiliki 1,1 juta kosakata.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa pihaknya menargetkan Indonesia memiliki 181 ribu kosakata bahasa Indonesia, dilansir dalam Tempo.co. “Salah satu program utama kami, capai target Indonesia memiliki 181 ribu kosakata tahun 2019,” katanya. “Bahasa Inggris rata-rata bisa menambah sebanyak 20 ribu kosakata bahasa Inggris per tahun,” sambung Didik.
Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Suharti yakin target kosakata itu dapat tercapai. Banyaknya bahasa daerah yang digunakan di Indonesia bisa jadi salah satu upaya peningkatan jumlah kosakata bahasa Indonesia. “Bahasa daerah Indonesia kan banyak. Bahasa daerah itu yang nanti diadopsi menjadi bahasa Indonesia,” ucap Suharti.
Keberagaman bahasa-bahasa daerah di Indonesia bisa jadi senjata untuk menembus tembok ‘interpretasi’ tersebut. Penambahan jumlah tata bahasa akan disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk terus mencari solusi permasalahan kebahasaan dan kesastraan terkini, Badan Bahasa terus berupaya melakukan gerakan penguatan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik agar bahasa nasional tetap menjadi "tuan rumah" di negeri sendiri, bukannya digusur bahasa asing.
Target kosakata dan penanaman akan cinta bahasa Indonesia di ruang publik akan bekerja baik bila dapat dukungan juga dari para penggunanya—yakni orang-orang Indonesianya sendiri, misal dengan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
(ded/ded)