Pendekatan yang Efektif supaya Kita Taat Pajak

Gunis Isnaeni | CNN Indonesia
Kamis, 25 Jan 2018 07:51 WIB
Dari berbagai pendekatan yang dilakukan untuk membuat warga taat pajak, salah satunya adalah pendekatan ekonomi perilaku. Kenali lebih dekat yuk.
Ilustrasi (Foto: CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepatuhan pajak menurut Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD (2004) mencakup empat aspek kepatuhan yaitu kepatuhan untuk mendaftar sebagai wajib pajak (register in the system); kepatuhan untuk melapor secara tepat waktu (timely filling/lodgement); kepatuhan untuk melaporkan informasi perpajakan secara lengkap dan akurat (complete and accurate reporting); dan kepatuhan untuk membayar pajak yang terutang secara tepat waktu (timely payment).

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penetapan Dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, wajib pajak patuh yang disebut sebagai wajib pajak kriteria tertentu adalah wajib pajak yang tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak; Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Studi mengenai kepatuhan pajak (tax compliance) sampai saat ini didominasi oleh literatur dari bidang ekonomi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu studi dengan pendekatan hukuman (economic deterrence approach) dan studi dengan pendekatan ilmu ekonomi perilaku (behavioural economics approach).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pendekatan hukuman menekankan kepatuhan pada aspek paksaan (enforced compliance). Pendekatan ini menyatakan bahwa kepatuhan pajak ditentukan oleh 4 (empat) faktor yaitu risiko pemeriksaan (probability of audit), besaran sanksi (penalty/fine), besaran pajak (tax rate) dan besarnya penghasilan (gross income). Dalam perkembangannya, pendekatan hukuman dinilai belum dapat menjawab secara tuntas fenomena kepatuhan pajak yang ada. Sebagai jawaban, berkembanglah pendekatan ekonomi perilaku (behavioural economics approach) yang secara umum menggabungkan berbagai disiplin ilmu ekonomi dengan menggunakan metode dan bukti-bukti dari ilmu sosial lain khususnya psikologi untuk menganalisis proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok (Alm, 2012).

Studi mengenai kepatuhan dengan pendekatan ilmu ekonomi perilaku memiliki beberapa pendapat antara lain: individu tidak selalu bertindak rasional; individu memiliki keterbatasan di dalam melakukan analisis untuk melakukan pengambilan keputusan; individu bertindak atas dasar fungsi nilai (value function) dan bukan pada fungsi kepuasan (utility function); dan adanya bukti mengenai pengaruh norma sosial (social norm), keadilan (fairness), kepercayaan (trust), patriotisme, rasa bersalah (guilt) dan moral pajak (tax morale) di dalam pengambilan keputusan.(Alm, 2012; Alm & Torgler, 2011; Torgler, 2007). Hal ini berbeda dengan model ekonomi standar yang mengasumsikan perilaku manusia yang rasional, memiliki kemauan yang tidak terbatas dan individu yang self-interested. Pendekatan ilmu ekonomi perilaku menganggap model ekonomi standar memiliki asumsi yang tidak realistis.

Dari hasil studi yang dilakukan oleh James Alm melalui pendekatan Economic Behaviour, hasilnya terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, yaitu:

1. Pemeriksaan
Semakin banyak pemeriksaan dilakukan oleh otoritas pajak, maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan. Pemeriksaan akan memberikan spillover effect, di mana tidak hanya meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang diperiksa, namun juga wajib pajak lain yang berekspektasi dirinya akan diperiksa.

2. Persepsi Pemeriksaan
Faktor ini dianggap sebagai bomb-crater-effect, di mana wajib pajak yang telah diperiksa dapat memiliki anggapan bahwa ia tidak akan diperiksa lagi, sehingga dapat mendorongnya untuk tidak patuh.

3. Denda (penalty)
Denda selain berupa denda finansial, juga dapat berupa non-financial penalties ­misalnya dengan public shaming sehingga hal ini berperan sebagai deterrent effect bagi wajib pajak yang mencoba tidak patuh.

4. Positive Inducement
Pemberian individual rewards oleh otoritas pajak kepada wajib pajak yang selalu patuh, dapat meningkatkan kepatuhan dan memotivasi wajib pajak lainnya untuk turut patuh.

5. Tarif Pajak
Semakin tinggi tarif pajak, maka dorongan untuk tidak patuh semakin besar. Jika wajib pajak merasa tarif pajak yang dikenakan kepadanya lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak lainnya, maka wajib pajak tersebut dapat terdorong untuk tidak patuh.

6. Informasi
Misalnya bila wajib pajak mengetahui akan adanya peningkatan pemeriksaan oleh otoritas pajak, maka wajib pajak akan terdorong untuk lebih patuh. Termasuk bila wajib pajak mengetahui dengan baik bahwa uang pajak yang ia bayarkan dimanfaatkan untuk hal yang positif dan memberikan kemanfaatan yang luas, maka tingkat kepatuhan wajib pajak akan meningkat.

7. Kompleksitas Sistem Perpajakan
Semakin kompleks sistem perpajakan yang diterapkan oleh otoritas pajak, semakin rendah tingkat kepatuhan wajib pajak. Tingkat kompleksitas sistem perpajakan berbanding terbalik dengan tingkat kepatuhan wajib pajak.

8. Faktor Lain
Faktor lain terkait moral yang dimiliki seorang wajib pajak, misalnya rasa simpati, juga berpengaruh terhadap kepatuhan. Seorang wajib pajak yang memiliki rasa simpati yang tinggi, cenderung untuk memiliki kepatuhan yang tinggi.

Dengan menerapkan kebijakan berfokus pada faktor-faktor kepatuhan wajib pajak di atas, otoritas pajak diharapkan dapat terus mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak, sehingga berdampak positif pada peningkatan penerimaan pajak.

 
Gunis Isnaeni
Mahasiswa D-IV Akuntansi Alih Program
PKN STAN (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER