Kisah Siswa Indonesia Ikuti Program Yale di Beijing

Deddy S | CNN Indonesia
Rabu, 21 Feb 2018 12:39 WIB
Siswi asal Tangerang ini berkesempatan mengikuti Yale Young Global Scholars Program di Beijing pada 2017 lalu. Seperti apa kisahnya di Negeri Tirai Bambu?
Vidya Sujaya (dua dari kanan), siswi Indonesia yang mengikuti Yale Young Global Scholar Program di Beijing pada 2017. (Foto: UGC CNN Student/Qooco)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saban tahun Yale University dan Yale Center Beijing menggelar program Yale Young Global Scholars Program di Beijing, China, bagi 90 siswa dari Asia. Tahun ini ada bantuan beasiswa dari Qooco, perusahaan solusi belajar online, senilai total US$ 150.000. Salah satu siswa asal Indonesia telah mendapatkan beasiswa ini pada tahun lalu.

Yale Young Global Scholars Program adalah program dua mingguan, yang mempertemukan siswa-siswi di Asia untuk merasakan fasilitas universitas Yale, mengeksplorasi keunikan kota dan kebudayaan Beijing, dan membahas topik-topik penting di kawasan, seperti sains dan teknologi terapan, hubungan internasional, kewirausahaan, biologi, sampai masalah politik. Untuk 2018, program ini digelar pada 26 juli-8 Agustus mendatang.

Vidya Sujaya (16 tahun), siswi dari Indonesia, berkesempatan mengikuti program ini pada 2017, melalui bantuan beasiswa dari Qooco. Dia mengatakan mengetahui soal beasiswa itu melalui gurunya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu itu sangat tertarik dan antusias karena program ini mempertemukan anak-anak muda internasional mendiskusikan masalah dunia," tuturnya kepada CNN Student, melalui e-mail, baru-baru ini. "Tanpa beasiswa itu, takkan mungkin saya mampu mengikuti program tersebut."

Perjalanan dua pekan di Beijing, kata Vidya, sangat menarik dan mengesankan. Salah satu momen yang tak bisa dilupakannya adalah perjalanan ke Tembok Besar China. Dia membayangkan area penuh dengan toko-toko suvenir dan makanan. Tapi, mereka justru diturunkan di suatu area terbuka di luar kota.

Lalu, mereka berjalan di sebuah jalan setapak selama 20-30 menit sampai tiba di salah satu sudut Tembok Besar. Dari sana, mereka naik tangga ke puncak Tembok Besar yang tinggi. "Sejujurnya, saya ini takut ketinggian dan termasuk orang yang tidak akan sukarela mengikuti pendakian," katanya.

Tapi ada salah seorang peserta yang menolong siswa asal Tangerang itu. Seorang gadis bernama Zenobia dari China. Dia memegang tangan Vidya dan membantunya naik dan mengikuti perjalanan itu. Hal itu mengesankan, kata Vidya. Sebab, awalnya dia menganggap peserta program semacam itu pastilah anak-anak cerdas secara akademik dan berwawasan luas.

"Benar memang, orang-orang yang saya temui di sana adalah orang-orang yang menarik, tapi kejadian di Tembok Besar membuka mata saya bahwa setinggi apapun pencapaian seseorang, mereka tetaplah manusia, mereka baik, sangat membantu, penuh pengertian, dan saling mendukung satu sama lain," tuturnya. "Tidak mungkin tidak untuk berteman dengan orang-orang seperti itu."

Satu-satunya hal yang mengecewakan Vidya dalam program itu adalah saat mereka cenderung digabungkan ke kelompok-kelompok yang negaranya berdekatan. Padahal, dia berharap sekali bisa bersama dengan teman-teman baru yang butuh usaha keras untuk diajak bicara dengan segala keterbatasan bahasa dan sebagainya.

Meski begitu, Vidya merasa program itu betul-betul membuatnya keluar dari zona nyaman dan mendapatkan pengalaman serta peluang baru. "Saya mendorong diri saya sendiri untuk merasakan pengalaman baru dan ide-ide baru," kata sosok yang berencana melanjutkan studinya dalam bidang ilmu komputer di Amerika Serikat, Jepang, atau Kanada ini. (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER