
Sejarah Perang Aceh: Penyebab, Tokoh, hingga Akhir Perlawanan

Perang Aceh adalah salah satu peristiwa besar yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Perang Aceh sendiri merupakan salah satu bentuk perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintah kolonial Belanda pada 1873-1912.
Sampai saat ini, sejarah perang Aceh masih menarik untuk diceritakan karena dalam catatan sejarah, perang ini menjadi salah satu perang terlama yang pernah terjadi di Aceh. Untuk lebih memahami sejarah perang yang terjadi di Aceh, simak penjelasannya.
Penyebab Terjadinya Perang Aceh
Sejak abad ke-17, Belanda sudah berusaha menanamkan kekuasaannya di Aceh. Hal itu karena Aceh merupakan pusat perdagangan yang ramai, maka Aceh adalah tempat yang strategis, seperti dikutip dari Explore Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/ MA Kelas XI oleh Dr. Abdurakhman, S.S. 2017.
Selain itu, Aceh juga memiliki banyak kekayaan alam, seperti lada, hasil tambang, serta hasil hutan yang melimpah sehingga Belanda sangat ingin menguasainya untuk mewujudkan Pax Neerlandica.
Namun hal tersebut tidak semudah yang dibayangkan Belanda. Sebab rakyat Aceh menunjukkan segala upaya untuk mempertahankan kedaulatannya. Pada masa itu, Belanda juga memiliki kendala yaitu Traktat London yang disetujui pada 17 Maret 1824.
Traktat London adalah kesepakatan antara Inggris dan Belanda mengenai pembagian wilayah jajahan Nusantara dan Semenanjung Malaya. Berdasarkan traktat tersebut, Belanda tidak bisa mengganggu Aceh, karena wilayah tersebut telah masuk ke bagian jajahan Inggris.
Namun meskipun begitu, Traktat London rupanya tidak menghentikan Belanda, mereka mulai menguasai daerah Sibolga, pedalaman Tapanuli, Tanah Batak, Singkit, Barus, Serdang, dan Asahan.
Di tahun 1858, Belanda juga mengadakan perjanjian dengan Sultan Siak dan sampai pernah mengakui kedaulatan Belanda di Sumatra Timur.
Tidak berhenti sampai di situ, Belanda akhirnya mengumumkan peperangan terhadap rakyat Aceh. Dinilai mudah dikalahkan, ternyata Aceh memiliki semangat tinggi untuk mendapatkan Kembali tanah Aceh.
Dengan adanya barisan pemuda dan para pemimpin Aceh, perang ini menjadi salah satu perang terberat bagi Belanda dan dalam sejarah perang Aceh.
Jalannya Perang Aceh
Perang dimulai pada 5 April 1857, di mana pasukan Belanda di bawah kepemimpinan Mayor Jenderal J.H.R Kohler mulai menyerang Aceh. Dengan kekuatan yang ada, para pejuang Aceh pun tidak tinggal diam dan mampu memberikan perlawanan sengit.
Belanda sempat melakukan penyerangan ke Masjid raya Baiturrahman, dan sempat menginstruksikan anak buahnya untuk menembakkan peluru ke arah Masjid. Akibatnya, masjid mulai terbakar dan pasukan Aceh mulai berbondong-bondong meninggalkan masjid.
Belanda akhirnya berhasil menguasai masjid pada 14 April 1873. Namun Mayor Jenderal Kohler diketahui tewas dalam sengitnya pertempuran di masjid ini.
Setelah berhasil menguasai masjid, 9 Desember 1873 pasukan Belanda pun Kembali mendarat di Pantai Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh Letnan Jenderal J.van Swieten, seorang pemimpin baru yang akan mengepalai pergerakan Belanda.
Melihat kedatangan Belanda, pasukan Aceh pun tidak tinggal diam hingga akhirnya meluncurkan berbagai serangan. Namun sayangnya pasukan Aceh harus mengalah dan mundur karena persenjataan Belanda jauh lebih lengkap.
Pada 24 Januari 1874, pasukan Belanda Kembali menduduki istana. Sultan Mahmud Syah II bersama para pejuang lain telah terlebih dahulu meninggalkan istana hingga pada akhirnya 4 hari setelahnya Sultan wafat akibat wabah kolera.
Setelah berhasil menguasai Masjid dan istana, Belanda akhirnya mengangkat putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai Sultan Aceh. Namun karena beliau masih di bawah umur, Tuanku Hasyim Banta Muda pun diangkat sebagai walia atau pemangku sultan sampai tahun 1884.
Tidak berhenti sampai di sini, Belanda pun terus melanjutkan perang sampai ke daerah hulu. Posisi Letnan Jenderal Van Swieten pun sudah digantikan dengan Jenderal Pel. Setelah itu mereka pun mulai membangun pos-pos pertahanan di Kutaraja, Krueng Aceh, dan Meuraksa dengan kekuatan sekitar 2.759 pasukan.
Melihat pertambahan pasukan Belanda, pejuang Aceh pun tidak gentar dan tetap semangat. Di Aceh Barat peperangan dipimpin oleh Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien hingga meluas sampai ke Meulaboh. Dengan semangat jihad, mereka pun menerapkan strategi baru yang disebut Konsentrasi Stelsel.
Berbagai kegagalan dalam pertempuran melawan rakyat Aceh akhirnya membuat Belanda mulai geram dan menugaskan Dr. Snouck Hurgronje untuk menganalisis kelemahan dari pasukan Aceh. Akhirnya, ia pun mengusulkan beberapa cara untuk menaklukkan Aceh, yaitu:
- Memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh karena dalam lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama dan rakyat.
- Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan harus dengan kekerasan, yaitu dengan kekuatan senjata
- Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam korps pamong praja di pemerintah kolonial.
Untuk melaksanakan usulan-usulan tersebut, pada 1898 Kolonel J.B van Heutsz diangkat sebagai Gubernur Sipil dan Militer Aceh. Dengan berbagai macam persiapan akhirnya mereka pun melancarkan beberapa serangan untuk menggempur Aceh.
Di bagian Aceh Barat, Teuku Umar juga merencanakan penyerangan besar-besaran ke Meulaboh. Namun ternyata rencana ini berhasil diketahui Belanda dan malah terjadi serangan balik yang sengit pada 1899.
Dalam pertempuran tersebut akhirnya Teuku Umar pun gugur, sedangkan pasukan Cut Nyak Dien terus melakukan perlawanan.
Di bawah kepemimpinan Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem perang gerilya terus dilakukan, sampai akhirnya Muhammad Daud menyerah. Sementara Panglima Polem ditangkap bersama istri dan keluarganya.
Akhir Perang Aceh
Perang mulai mereka setelah Cut Nyak Dien berhasil ditangkap lalu diasingkan oleh Belanda sampai akhirnya wafat pada 8 November 1908. Perang selanjutnya dilanjutkan oleh Cut Nyak Meutia dan Pang Nanggroe.
Sampai pada akhirnya Oktober 1910, keduanya gugur dan perang resmi berakhir secara massal pada tahun tersebut.
Demikian sejarah perang Aceh. Semoga semangat juang para pendahulu selalu dapat menginspirasi generasi muda untuk terus mempertahankan kedaulatan Indonesia.
(ira/juh)[Gambas:Video CNN]