Jakarta, CNN Indonesia -- Penjualan pesawat kepresidenan dinilai tidak akan ada gunanya dalam kaitan efisiensi anggaran negara. Pendiri dan Direktur INDEF Didik Rachbini menilai itu adalah wacana ecek-ecek.
"Kayak kurang kerjaan," kata Didik di Jakarta, Kamis (4/9).
Didik mengatakan penjualan satu pesawat tidak akan banyak membantu APBN yang mengalami kebocoran mencapai Rp 300-400 triliun per tahunnya. "(Jumlah itu) kali 5 tahun bisa beli ratusan pesawat," katanya menambahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didik menilai apabila pesawat ini dijual kepada maskapai komersial, maka pemerintah akan merugi karena dibutuhkan banyak uang guna merombaknya lagi. Selain itu, harga jual akan cenderung menurun.
Menurut Didik, di tengah isu defisit APBN yang perlu difokuskan oleh pemerintahan baru adalah pengembangan infrastruktur dan mencari solusi demi mengefisiensikan penggunaan APBN.
"Pekerjaan rumah (pemerintahan) Jokowi ya membereskan APBN. Jangan berwacana menjual pesawat," kata Didik.
Wacana penjualan pesawat kepresidenan itu dicetuskan oleh salah satu ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait, pada awal bulan ini. "Ini untuk efisiensi, protokoler dikurangi dan ini memberi contoh," katanya waktu itu.
Presiden terpilih Joko Widodo sendiri keheranan dengan usulan itu. "Masih baru kok dijual?" katanya.
Pesawat kepresidenan jenis Boeing Business Jet 2 tipe 737-800 bermesin ganda itu dibeli dengan harga sekitar Rp 840 miliar. Pesawat tiba di tanah air pada 10 April 2014 dan sudah beberapa kali dipakai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.