Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas moneter dan fiskal diminta mewaspadai imbas negatif dari rencana pengurangan stimulus (
tapering off) oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), dengan melakukan reformasi struktur ekonomi domestik dan mengatur lalu lintas modal.
Ahmad Erani Yustika, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, mengatakan dalam jangka pendek dampak yang terlihat dari kebijakan
tapering off adalah larinya modal dari dalam ke luar negeri. “Hal itu bisa berpengaruh buruk terhadap perekonomian dan ini sangat tergantung dari pemerintah baru, yang dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter,” ujarnya kepada CNN Indonesia, Rabu (17/9).
Menurutnya, langkah jangka panjang yang bisa diambil oleh Bank Indonesia adalah menginisiasi lahirnya Undang-Undang Lalu Lintas Modal agar tidak terlalu bebas keluar atau masuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sedangkan untuk jangka pendek BI membuat regulasi untuk memperpanjang masa kepemilikan surat utang oleh investor. Dan itu pernah dilakukan,” katanya. Menurut Erani, yang harus dilakukan pemerintah adalah mereformasi struktural bidang ekonomi sehingga lebih berorintasi pada pengembangan pasar domestik.
Sebagai informasi,
tapering off merupakan kebijakan pengurangan pembelian obligasi secara bertahap, yang selama ini dilakukan untuk menstimulus perekonomian AS. Kelanjutan dari kebijakan tersebut akan diputuskan oleh Bank Sentral AS atau The Fed dalam
Federal Office Meeting Committee (FOMC) yang berlangsung pada Selasa (16/9) hingga Rabu (17/9).
Scenaider C. H. Siahaan, Direktur Strategi dan Portfolio Utang Kementerian Keuangan, melihat belum terlihat sentimen negatif di pasar obligasi negara akibat dari wacana kebijakan
tapering off. Pemerintah, lanjutnya, belum bisa melakukan aksi mitigasi sebelum ada keputusan yang jelas dari The Fed.
“Meski kondisinya sedang seperti ini, kita diuntungkan karena pasar menyerap penuh obligasi negara yang kita terbitkan,” tuturnya.