Untung Rugi Koleksi Saham Perusahaan Taksi

CNN Indonesia
Senin, 06 Okt 2014 12:27 WIB
Rendahnya penetrasi penggunaan taksi di Indonesia dibandingkan negara-negara Asia lainnya terkait dengan pendapatan per kapita yang masih kecil.
Supir taksi Blue Bird sedang menunggu penumpang di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku pasar optimistis saham PT Blue Bird Tbk akan mengalami kelebihan permintaan dan diperkirakan bisa naik 10-20 persen pada saat pencatatan perdana awal bulan depan. Head of Investment Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul mengatakan berbeda dengan saham perusahaan taksi lainnya, saham Blue Bird akan laku karena nilai yang ditawarkan cukup besar.

"Tergantung sizenya, selama ini kan saham taksi kecil-kecil jadi kurang begitu menarik. Kalau sebesar Blue Bird, pada saat listing sahamnya bisa naik 10-20 persen," kata Jemmy di Jakarta, Senin (6/10).

Blue Bird akhir pekan lalu menawarkan saham perdana (initial public offering/IPO) sebanyak 531,4 juta saham atau 20 persen dari modal ditempatkan. Perseroan mematok kisaran harga Rp 7.200-Rp 9.300 per saham atau maksimal mengantongi Rp 4,94 triliun dari IPO.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Jemmy, rasio harga saham Blue Bird terhadap laba bersih 2014 (PE) diperkirakan sekitar 20 kali. Angka itu lebih tinggi dibandingkan saham taksi yang sudah melantai sebelumnya seperti PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) dengan PE 16,62 kali. "Sebagai market leader, ya wajar saja saham Blue Bird lebih mahal," katanya.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diperkirakan sebesar Rp 3.000 per liter pada November mendatang secara jangka panjang akan menaikkan pendapatan perusahaan taksi. Sebab naiknya harga BBM akan turut menaikkan tarif parkir kendaraan ditambah lagi adanya aturan soal pengendalian kemacetan di jalan-jalan protokol ibukota, sehingga akan membuat pengguna mobil pribadi beralih ke taksi. Moda transportasi tersebut menjadi pilihan karena angkutan umum jalan raya lainnya belum memadai dalam memberikan kenyamanan.

Jemmy menilai masa depan bisnis taksi di Indonesia sangat cerah. Penterasi penggunaan taksi di Jakarta hanya 1.400 orang per taksi per tahun. Sedangkan di Hongkong sebanyak 2.500 orang per taksi per tahun, Singapura 5.300 orang per taksi per tahun, dan Bangkok 10.200 orang per taksi per tahun. Padahal di Singapura, kata dia, kondisi transportasi umum relatif lebih baik dibandingkan Jakarta. "Tapi memang masalah pendapatan per kapita kita juga yang masih kecil dibandingkan negara tetangga, kalau meningkat tentu yang menggunakan taksi juga bertambah," katanya.

Direktur Ciptadana Securities John Herry Teja mengatakan Blue Bird merupakan merupakan operator tunggal taksi terbesar di dunia. Nilai perusahaan tersebut ditaksir mencapai Rp 20 triliun. "Kalau perusahaan sebesar ini, asing mau ikut masuk, kalau taksi lain kecil-kecil ya tidak mau. Kabarnya sudah ada standby buyer yang siap menyerap saham Blue Bird ini," kata John.

Terkait kenaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam waktu dekat, menurut dia, pihak Blue Bird sudah mengantisipasi dengan kenaikan tarif sehingga tidak menganggu kinerja perseroan.

Berdasarkan prospektus Blue Bird akhir pekan lalu, perseroan menyebutkan telah beroperasi pada 17 kota di Indonesia dan memiliki 24 ribu taksi reguler dan eksekutif. Blue Bird menguasai 33 persen pangsa pasar di Indonesia berdasarkan perhitungan Euromonitor.

Namun, tidak semua perusahaan taksi memiliki kinerja yang baik. Sebut saja PT PT Steady Safe Tbk (SAFE) yang mengoperasikan taksi Spirit, Transit Cab, Cherry, dan lain-lain. Pendapatan Steady Safe dari layanan taksi terakhir menghiasi laporan keuangan 2012 sebesar Rp 474 juta, turun 86,42 persen dibandingkan 2011 sebesar Rp 3,5 miliar.

Dalam laporan keuangan 2013, Steady Safe bahkan sudah tidak menyebutkan kontribusi layanan taksi terhadap pendapatan perusahaan sampai saat ini. Steady Safe hanya mengandalkan pendapatan dari layanan Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB). Ketatnya persaingan usaha di sektor taksi, naiknya harga BBM bersubsidi, serta tidak adanya dana untuk meremajakan taksi yang sudah tua dan tidak laik operasi membuat Steady Safe tidak lagi memiliki taksi yang menghasilkan pendapatan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER