Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Andi N. Sommeng, menuding banyaknya praktik pertambangan ilegal menjadi penyebab jebolnya kuota solar bersubsidi tahun ini. Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha penyalur bahan bakar minyak (BBM) memprediksi realisasi solar bersubsidi hingga akhir 2014 mencapai angka 16,2 juta kl. Angka ini diketahui lebih tinggi 1,06 juta dibandingkan acuan APBN-P 2014 yang mematok kuota solar subsidi di angka 15,17 juta kl.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal kami (Pemerintah dan BPH) telah menerbitkan aturan mengenai larangan penggunaan solar untuk semua perusahaan pertambangan. Tapi tetap saja, temuan kami di lapangan pertambangan ilegal menjadi penyebab jebolnya kuota solar," tuturnya di Jakarta, Minggu (23/11).
Selain pertambangan ilegal, Andi mengatakan, jebolnya kuota solar subsidi tahun ini juga disebabkan banyaknya penyelewengan konsumsi di sektor industri. Ia mengatakan, banyak pelaku industri yang menggunakan solar subsidi untuk mengoperasikan gensetnya. Padahal, dalam Peraturan BPH Migas Nomor 3 Tahun 2012 yang menjadi beleid turunan dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan BBM, BPH telah melarang pelaku industri untuk menggunakan solar bersubsidi.
Meski begitu, Andi berharap agar Presiden tak lagi menaikan harga solar dalam waktu dekat. Soalnya, kenaikan harga solar bersubsidi merupakan variabel atas melejitnya harga barang-barang atau inflasi.
Sebelumnya, Pertamina mensinyalir konsumsi solar bersubsidi oleh 4.700 kapal berbobot di atas 30 Gross Ton (GT) sebagai penyebab jebolnya kuota BBM bersubsidi. Untuk itu, perseroan meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih selektif menentukan kapal mana saja yang berhak menerima solar bersubsidi. Dimana jatah penyaluran solar bersubsidi tahun ini untuk sektor perikanan hanyalah sebesar 1,8 juta kl.