BBM BERSUBSIDI

BPH Ungkap Penyebab Jebolnya Kuota BBM

CNN Indonesia
Minggu, 23 Nov 2014 15:12 WIB
BPH Migas menuding jebolnya kuota solar bersubsidi 2014 akibat maraknya penyelewengan di sektor pertambangan, industri dan perikanan.
Sejumlah kendaraan antre mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium di SPBU Maya jalur pantura, Indramayu, Jawa Barat, Senin (17/11) malam. Naiknya harga BBM bersubsidi jenis premium dari Rp 6500 per liter menjadi Rp 8500 per liter dan solar dari Rp 5500 per liter menjadi Rp 7500 per liter menyebabkan antrean panjang dan kemacetan di jalur pantura. (ANTARAFOTO/Dedhez Anggara)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Andi N. Sommeng, menuding banyaknya praktik pertambangan ilegal menjadi penyebab jebolnya kuota solar bersubsidi tahun ini. Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha penyalur bahan bakar minyak (BBM) memprediksi realisasi solar bersubsidi hingga akhir 2014 mencapai angka 16,2 juta kl. Angka ini diketahui lebih tinggi 1,06 juta dibandingkan acuan APBN-P 2014 yang mematok kuota solar subsidi di angka 15,17 juta kl.

"Padahal kami (Pemerintah dan BPH) telah menerbitkan aturan mengenai larangan penggunaan solar untuk semua perusahaan pertambangan. Tapi tetap saja, temuan kami di lapangan pertambangan ilegal menjadi penyebab jebolnya kuota solar," tuturnya di Jakarta, Minggu (23/11).

Selain pertambangan ilegal, Andi mengatakan, jebolnya kuota solar subsidi tahun ini juga disebabkan banyaknya penyelewengan konsumsi di sektor industri. Ia mengatakan, banyak pelaku industri yang menggunakan solar subsidi untuk mengoperasikan gensetnya. Padahal, dalam Peraturan BPH Migas Nomor 3 Tahun 2012 yang menjadi beleid turunan dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan BBM, BPH telah melarang pelaku industri untuk menggunakan solar bersubsidi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selain dua tadi, banyak juga pemilik kapal diatas 30 Gt (Gross Ton) yang menggunakan solar bersubsidi. Saya pikir konsumsi solar subsidi akan tetap tinggi meski harganya sudah dinaikan," tuturnya.

Meski begitu, Andi berharap agar Presiden tak lagi menaikan harga solar dalam waktu dekat. Soalnya, kenaikan harga solar bersubsidi merupakan variabel atas melejitnya harga barang-barang atau inflasi.

"Saya pikir Kepolisian juga harus lebih tegas dalam menindak oknum-oknum yang melakukan penyelewengan. Kalau tidak, mereka (pelaku) tidak akan jera," pungkasnya.

Sebelumnya, Pertamina mensinyalir konsumsi solar bersubsidi oleh 4.700 kapal berbobot di atas 30 Gross Ton (GT) sebagai penyebab jebolnya kuota BBM bersubsidi. Untuk itu, perseroan meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih selektif menentukan kapal mana saja yang berhak menerima solar bersubsidi. Dimana jatah penyaluran solar bersubsidi tahun ini untuk sektor perikanan hanyalah sebesar 1,8 juta kl.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER