Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat masih terdapat 12 perusahaan pertambangan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang belum bersedia meneken nota kesepahaman atau
memorandum of understading (MoU) renegosiasi kontrak. 12 perusahaan tersebut belum menyepakati besaran divestasi dan kewajiban pembayaran pajak dengan pemerintah.
"11 perusahaan belum sepakat mengenai besaran divestasi, sementara satu perusahaan lainnya karena persoalan penerimaan negara. Prinsipnya untuk perusahaan pemegang PKP2B yang mayoritas asetnya dimiliki asing harus mendivestasikan saham sebesar 51 persen," ujar Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Tjahjono di kantornya, Jumat (21/11).
Bambang menerangkan salah satu perusahaan yang belum menyepakati divestasi adalah BHP Billiton. Perusahaan asal Australia ini memegang tujuh PKP2B melalui anak usahanya di Indonesia. Lantaran belum melakukan melakukan eksplorasi dan produksi, mereka menolak menjual saham perusahaannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alasan Billiton itu karena perusahaan baru melakukan feasibility studies dan konstruksi. Belum eksplorasi atau eksploitasi," tutur Bambang.
Yang menarik, alasan belum ditekennya MoU renegoisasi kontrak juga karena Billiton mengklaim telah melakukan pengolahan batubara menjadi metalurgi batubara. Padahal, menurut Bambang proses tersebut bukanlah kewajiban yang diinginkan oleh Pemerintah dalam poin renegoisasi kontrak.
"Kami menganggap metalurgi batubara sudah banyak dilakukan oleh perusahaaan batubara dan telah menjadi hal yang biasa. Ini tidak masuk kedalam poin penambahan nilai batubara yang dibahas dalam upaya renegoisasi," tegasnya.