Jakarta, CNN Indonesia -- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,75 persen. Langkah ini diambil bank sentral karena melihat kecenderungan harga yang relatif stabil dan terkendali pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Pasca kebijakan realokasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah, inflasi akan tetap terkendali dan temporer sehingga akan kembali menuju ke 4,5 plus minus 1 persen pada 2015," ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs dalam konferensi pers di gedung BI, Kamis (11/12).
Pada kesempatan yang sama, BI juga mempertahankan tingkat suku bunga
Lending Faclity dan suku bunga
Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8,00 persen dan 5,75 persen
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BI memperkirakan tingkat inflasi di bulan Desember akan berkisar 2 persen hingga 2,2 persen. Menurut Peter, penyumbang inflasi Desember berasal dari kenaikan harga BBM, tarif angkutan darat, tarif tenaga listrik (TTL) serta harga-harga barang yang bergejolak (voltile food).
Kendati demikian, BI menjamin dampak kenaikan harga BBM hanya akan berlangsung selama tiga bulan, yang puncaknya terjadi pada bulan ini. Peter optimistis laju inflasi pada tahun depan akan kembali stabil di kisaran 4 persen plus minus 1 persen.
"Kebijakan menaikan suku bunga menjadi 7,75 persen memang dikhususkan untuk menjangkar inflasi. Tahun ini kami menarget inflasi 4,5 persen, namun tahun depan target inflasi hanya 4 persen," ujar Peter.
Pertumbuhan EkonomiBI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan melambat mendekati batas bawah kisaran 5,1 hingga 5,5 persen. Namun pada kuartal I 2015, BI meyakini trennya berbalik dengan tingkat pertumbuhan ekonomi berkisar 5,4 hingga 5,8 persen.
"BI masih berharap dana pengalihan subsidi benar-benar digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur yang dijalankan pemerintah dan itu masih sangat mungkin akan memacu pertumbuhan ekonomi sampai 5,8 persen," kata Peter.
Sebelumnya, B
ank Dunia merevisi perkiraan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 pada kisaran 5,1 persen atau lebih rendah dari proyeksi dalam laporan sebelumnya sebesar 5,2 persen. Revisi pertumbuhan itu karena investasi dan ekspor masih lemah, sedangkan ekonomi global masih melambat.