PELEMAHAN RUPIAH

Ekonom Menilai Pelemahan Rupiah Tidak Wajar

CNN Indonesia
Rabu, 17 Des 2014 13:26 WIB
Faktor kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai kurang kuat sehingga menyebabkan kepanikan pasar. 
(ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang saat ini menyentuh level Rp 12.700 dianggap sudah tidak wajar. Faktor kondisi fundamental ekonomi Indonesia dinilai kurang kuat sehingga menyebabkan kepanikan pasar.

"Depresiasi rupiah Rp 12.700 per dolar Amerika Serikat itu sudah kelewatan. Ada beberapa faktor yang menjadi masalah, sifatnya fundamental dan psikologis karena pasar panik," ujar Eric Alexander Sugandi, Ekonom Standard Chartered Bank di Jakarta, Rabu (17/12).

Eric menilai selama ini ketersediaan dolar Amerika Serikat kurang banyak dengan penyebaran kurang merata. Menurut Eric, sebagian besar dolar cenderung dipegang oleh pemain-pemain besar seperti korporasi. Dia juga mencatat, penyebaran valas termasuk dolar masih didominasi 15 bank-bank besar dunia, sementara bank kecil sulit mendapatkannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ke-15 bank besar tersebut tentu tidak mau jual dolar dengan harga murah, apalagi ada permintaan tinggi dari korporasi menjelang akhir tahun," ungkapnya.

Sementara itu, kepemilikan asing di Surat Utang Berharga Negara (SBN) sudah mencapai 38 persen pada posisi 15 Desember 2014. Sehingga menyebabkan yield mengalami kenaikan dan cenderung memicu kepanikan pasar.

"Akibatnya rupiah tertekan, tapi menurut saya harusnya tidak selemah sekarang karena sudah ada upaya menyehatkan fiskal dengan kenaikan harga BBM subsidi," papar Eric.

Dia menambahkan, pemerintah harusnya bisa lebih fokus pada sisi efektivitas belanja negara, bukan saja penyerapan anggaran untuk belanja modal. Terlebih jika pemerintah ingin meningkatkan investasi di sektor infrastruktur.

"Kita kayak kejar setoran mengejar penurunan defisit anggaran di bawah target sehingga hanya angka penyerapan anggaran yang dilihat tanpa ada upaya menggenjot pengeluaran. Jadi spending harus efektif," pungkas Eric.

Perkiraan BI Rate

Standard Chartered memperkirakan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 7,75 persen di kuartal pertama 2015. Namun apabila The Fed jadi menaikan suku bunganya, Eric memperkirakan BI akan mengerek suku bunganya naik 50 basis poin atau 8,25 basis poin.

"Bukan karena inflasi tapi lebih karena pengaruh The Fed," ujar Eric.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER