Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyarankan PT Pertamina (Persero) memanfaatkan momentum pelemahan harga minyak dunia untuk membuat kontrak impor minyak jangka panjang.
Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim menyebutkan saat ini tren harga minyak dunia sedang menurun di angka US$ 59 sampai US$ 61 per barel. Kondisi ini menurutnya bisa dimanfaatkan Pertamina untuk membuat kontrak pengadaan minyak jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Meski target produksi minyak Indonesia mencapai hampir 1 juta barel per hari, tetap tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara untuk mengembangkan lapangan-lapangan minyak baru dibutuhkan waktu. Mau tidak mau tetap harus impor,” ujar Ibrahim dikutip dari situs resmi BPH Migas, Selasa (30/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan menurut Ibrahim, seharusnya pemerintah juga mendorong Pertamina membuat kontrak impor minyak jangka panjang ketika harga sedang rendah. “Pemerintah perlu membangun komunikasi bagaimana membangun sistem impor jangka panjang dari negara yang mengalami kesulitan mengekspor minyak, sehingga sistem bisnisnya lebih jangka panjang,” katanya.
Menurut Ibrahim, Pemerintah bisa meniru apa yang dilakukan Pemerintah Tiongkok dengan memutuskan membeli gas dari Rusia ketika berkonflik dengan Ukraina. Maklum, pipa gas dari Rusia menuju pembelinya di Eropa Barat semua melalui Ukraina. Ketika konflik meletus, Rusia kebingungan menjual gas tersebut, sehingga dimanfaatkan oleh Tiongkok dengan membelinya.
“Model ini harus kita tiru. Setiap tahun impor minyak kita terus meningkat. Kebijakan apapun yang dilakukan pemerintah, Indonesia tetap harus mengimpor minyak mentah dan BBM,” kata Ibrahim.