Target pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 ditetapkan 6 persen. Realisasinya jauh dari harapan, hanya tumbuh 5,2 persen pada kuartal I dan 5,12 persen pada tiga bulan berikutnya.
Hampir semua kelompok pengeluaran peranannya menurun, baik itu konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), maupun ekspor dan impor.
Kondisi tersebut memaksa pemerintah dan DPR merevisi postur anggaran dan target-target perekonomian pada 18 Juni 2014. Dalam APBN Perubahan (APBNP) 2014, target pertumbuhan ekonomi turun menjadi 5,3 persen, menjauh dari janji SBY 7 persen di akhir periode kepemimpinannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati sudah dipangkas, realisasinya pada kuartal III 2014 tetap di bawah ekpektasi, hanya 5,01 persen, terendah sejak 2009. Badan Pusat Statistk (BPS) menyimpulkan memburuknya ekonomi nasional disebabkan oleh perlambatan ekonomi dua negara mitra dagang di Asia, yaitu Tiongkok dan Jepang. Selain itu, anjloknya harga komoditas andalan ekspor Indonesia, seperti kakao, cokelat, dan minyak kelapa sawit, turut memberi sentimen negatif.
Di dalam negeri, struktur ekonomi dan struktur usaha dinilai masih rapuh karena lemahnya sisi pasokan.Kinerja ekspor dan investasi, yang tidak seagresif impor, membuat defisit neraca transaksi berjalan semakin melebar menjadi US$ 6,8 miliar atau 3,1 persen PDB.
Darmin Nasution, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menilai hal itu sebagai bukti ketidakberhasilan otoritas dalam melakukan diversifikasi dan pendalaman struktur industri serta kegagalan dalam mempertahankan kenaikan penerimaan negara.
“Perekonomian yang mengalami ketidakseimbangan eksternal, seperti Indonesia dewasa ini, lebih rentan terhadap setiap fluktuasi, apalagi gejolak ekonomi dan keuangan global,” ujar Mantan Gubernur Bank Indonesia dan Direktur Jenderal Pajak ini.
Ndiame Diop, Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia, menyoroti ketidakharmonisan hubungan pemerintah dengan parlemen di tahun politik. Konflik kepentingan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menjadi pemicu ketegangan politik yang membuat pelaku ekonomi ketar-ketir.
Sejumlah lembaga keuangan memperkirakan perlambatan ekonomi masih akan berlanjut di Tanah Air. Mandiri Sekuritas dalam risetnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kemungkinan tidak akan mencapai 5 persen pada tiga bulan terakhir tahun ini.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia kemungkinan besar hanya menyentuh level 5,1 persen, sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia, Bank Dunia, maupun Bank Pembangunan Asia (ADB).
Kendati demikian, ada harapan ekonomi Indonesia kembali bangkit pada 2015. Pemerintahan Joko Widodo optimistis angka pertumbuhan ekonomi 5,8 persen di APBN 2015 bisa dicapai. Karenanya, itu menjadi satu-satunya warisan target ekonomi SBY yang dipertahankan Sang Suksesor pada tahun depan.