Jakarta, CNN Indonesia -- Produktivitas ekspor Indonesia masih rendah dibandingkan kegiatan impor. Hal tersebut terlihat dari neraca perdagangan pada November 2014 yang defisit sebesar US$ 425,7 juta. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat akumulasi sepanjang 2014, neraca perdagangan Indonesia masih negatif sebesar US$ 2,07 miliar.
Kepala BPS Suryamin menjelaskan selama November 2014, ekspor mencapai US$ 13,62 miliar atau turun 11,29 persen dibandingkan Oktober 2014. Hal tersebut disebabkan turunnya ekspor migas sebesar 14,68 persen dari US$ 2,47 miliar ke US$ 2,11 miliar, sedangkan ekspor non-migas turun 10,64 persen dari US$ 12,88 miliar ke US$ 11,51 miliar.
"Total ekspor Januari hingga November 2014 mencapai US$ 161,67 miliar, turun 2,36 persen. Dari total ekspor itu, untuk ekspor non-migas mencapai US$ 133,69 miliar atau turun 1,95 persen," ujar Suryamin dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Jumat (2/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan terbesar ekspor non-migas adalah bahan bakar mineral (yang didominasi batubara) US$ 19,41 miliar serta lemak dan minyak hewan/nabati (terutama minyak sawit mentah/CPO) US$ 19,36 miliar.
BPS mencatat pangsa pasar ekspor non-migas Indonesia selama 2014 masih didominasi oleh Tiongkok yang membeli produk Indonesia paling banyak mencapai US$ 1,35 miliar. Pangsa pasar kedua terbesar ekspor non-migas Indonesia yakni Amerika Serikat sebesar US$ 1,24 miliar.
"Kontribusi negara tersebut mencapai 32,74 persen dari seluruh pangsa pasar ekspor non migas Indonesia," kata Suryamin.
Pada November 2014, tercatat impor mencapai US$ 14,04 miliar, turun 8,39 persen dibandingkan Oktober 2014. Nilai impor tersebut mencakup impor migas turun 2,92 persen dari US$ 3,58 miliar ke US$ 3,47 miliar, dan impor non-migas turun 10,08 persen dari US$ 11,75 miliar ke US$ 10,57 miliar.
Suryamin juga memproyeksikan penurunan harga BBM tanggal 31 Desember 2014 kemarin mampu menggenjot aktivitas ekspor Indonesia akibat biaya produksi yang menurun.
"Kalau harga BBM turun biasanya biaya produksi juga akan turun, tapi biasanya tergantung biaya-biaya kebutuhan lainnya yang biasanya tidak mengikuti penurunan harga," ujarnya.
(gen)