Jakarta, CNN Indonesia -- Demi meningkatkan cadangan dan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menawarkan delapan wilayah kerja (WK) migas konvensional di 2015. Ke delapan WK migas tersebut terdiri dari empat WK yang ditawarkan melalui penawaran langsung dan empat WK yang ditawarkan melalui lelang reguler.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmadja menjelaskan, WK migas yang ditawarkan melalui penawaran langsung meliputi:
1. WK Rupat,
Offshore Riau dan Sumatera Utara
2. WK North Jabung,
Onshore Riau dan Jambi
3. WK Southwest Bengara,
Onshore Kalimantan Timur
4. WK West Berau,
Offshore Papua Barat
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan WK migas yang ditawarkan melalui tender reguler adalah:
1. WK West Asri,
Offshore Lampung
2. WK Oti,
Offshore Kalimantan Timur
3. WK North Adang,
Offshore Sulawesi Barat
4. WK Kasuri II,
Onshore Papua
"Dengan penawaran ini, jumlah WK migas konvensional tiap tahunnya terus menunjukkan peningkatan. Dari 228 WK di 2009, hingga 1 Juli 2014 jumlahnya meningkat menjadi 320 WK," ujar Wiatmaja seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM, Rabu (21/1).
Selain WK migas, pemerintah juga akan mengembangkan proyek migas non konvensional seperti pemanfaatan gas metana batubara (CBM). Sejak ditandatangani pertama kali pada 2008, saat ini jumlah WK CBM mencapai 55 WK.
Sementara untuk
shale gas, pemerintah diketahui telah meneken kontrak kerja sama shale gas pertama di 2013. Dengan demikian, total WK migas konvensional dan non konvensional per 1 Juli 2014 berjumlah 320 WK.
"Angka ini terdiri dari 58 WK produksi, 22 WK pengembangan dan 240 WK eksplorasi," pungkasnya.
Tak SeriusMeskipun terus menawarkan WK migas baru kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), namun tak sedikit juga perusahaan pemenang lelang yang kemudian tidak menggarapnya sama sekali.
Akhir tahun lalu,
Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengaku telah mencabut izin 20 WK migas. Terminasi dilakukan karena KKKS yang tidak menjalankan kewajiban yang tercantum dalam kontrak dan rencana pengembangan atau
plan of development (POD).
"Tapi banyak juga KKKS yang sudah melakukan eksplorasi namun tak mendapatkan hasil. Ada juga yang sudah melakukan eksplorasi namun periodenya sudah terlanjur habis," ujar Agus.
Selain akibat wanprestasi, terminasi kontrak juga dilakukan pemerintah karena KKKS menemui kendala terkait perizinan pada kegiatan eksplorasi. Kondisi tersebut membuat mereka kesulitan dalam melakukan pengembangan WK. Namun sayangnya Adi enggan merinci KKKS mana saja yang tidak melakukan kewajibannya dan mengalami kendala dalam mekanisme perizinan.
"Imbasnya waktu pengembangan dan eksplorasi jadi molor. Mau tidak mau mereka harus mengajukan perpanjangan atau diserahkan lagi ke Pemerintah," tutur Adi.
(gen)