Jakarta, CNN Indonesia -- Meskipun pemerintah telah menurunkan harga jual elpiji ukuran tabung 12 kilogram (kg) menjadi Rp 129 ribu per tabung dari sebelumnya Rp 134.700 per tabung mulai 19 Januari 2015, namun peralihan penggunaan elpiji ke tabung 3 kg masih terjadi.
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan meskipun harga telah diturunkan Rp 5.700, namun kebijakan tersebut tak mampu mengurangi lonjakan permintaan elpiji 3 kg di masyarakat.
“Migrasi pemakaian elpiji ukuran 12 kg ke 3 kg terjadi setelah Pertamina mulai 1 Januari 2015 menaikkan harga elpiji 12 kg menjadi Rp 134.700 per tabung. Meski mulai 19 Januari 2015 harganya diturunkan menjadi Rp 129 ribu per tabung, namun migrasi masih tetap terjadi,” ujar I Gusti Nyoman Wiratmadja, Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Selasa (20/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun tidak menyebutkan berapa banyak peningkatan permintaan elpiji 3 kg di masyarakat sejak terjadi perubahan harga, namun Wiratmadja memastikan pemerintah tidak akan tinggal diam. Dia mengaku sudah mendapat instruksi dari Menteri ESDM Sudirman Said untuk membentuk tim yang akan mengkaji penerapan sistem distribusi tertutup elpiji 3 kg.
“Tujuannya agar penyaluran elpiji 3 kg tepat sasaran. Tim juga akan melibatkan Pertamina dan BPH Migas guna memikirkan opsi-opsi pengendalian penjualan elpiji 3 kg itu. Pekan depan hasilnya sudah bisa diperoleh,” katanya.
Kebijakan MandulSementara Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menilai rencana pelaksanaan distribusi tertutup elpiji 3 kg sebenarnya sudah diterapkan pemerintah dengan peraturan bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2011 dan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2011. Sofyano menilai kebijakan tersebut merupakan gagasan dan pemikiran yang bagus di atas kertas namun mandul dilaksanakan.
Menurutnya distribusi tertutup hanya bisa dilaksanakan apabila penyalur elpiji 3 kg hanya sedikit jumlahnya. Dia mencontohkan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina yang jumlahnya hanya sekitar 5.300 unit.
"Dengan jumlah SPBU 5.300-an saja, pemerintah tidak pernah berhasil menghapus penyelewengan BBM bersubsidi," jelas Sofyano.
Atas dasar itulah, dia meragukan kemampuan pemerintah dalam melaksanakan, mengatur, dan mengawasi distribusi tertutup elpiji 3 kg dengan jumlah agen yang lebih dari 7 ribu dan dengan jumlah pangkalan elpiji sekitar 150 ribu ditambah sekitar 750 ribu pengecer yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Saya sangat yakin program distribusi tertutup yang ditetapkan pemerintah sangat mustahil terwujud," tutur Sofyano.
(gen)