Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman mengaku PT Freeport Indonesia telah mengincar lahan milik perusahaannya untuk dijadikan pabrik pengolahan dan pemurnian bahan galian tambang atau
smelter sejak dua tahun lalu.
“Akhirnya baru hari ini kami teken
memorandum of understanding (MoU) sewa 60 hektare lahan dengan Freeport. Mereka akan menyewa lahan selama 20 tahun yang biayanya akan dibayar setiap tahun,” kata Hidayat usai melakukan penandatanganan MoU di Jakarta, Kamis (22/1).
Untuk merealisasikan MoU tersebut menjadi kontrak sewa lahan, Hidayat menjelaskan Petrokimia Gresik dan Freeport akan membentuk tim yang akan membahas lebih detil biaya sewa, tambahan luas lahan jika diperlukan, hingga sejumlah fasilitas tambahan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan
smelter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu kami ingin meresponse cepat dengan harapan semuanya jadi jelas. Kalau mereka butuh yang lain, seperti energi kami akan siapkan berikut ketersediaan listrik yang nantinya dibicarakan," terang Hidayat.
Sebagai informasi pemerintah mendesak manajemen Freeport untuk melaporkan kemajuan proses pembangunan
smelternya di Gresik, Jawa Timur. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengancam jika sampai 24 Januari 2015, manajemen belum melaporkan perkembangan proyek tersebut maka pemerintah akan melarang kegiatan ekspor konsentrat Freeport.
"Kalau tidak ada solusi, izin ekspor akan distop pada 25 Januari. Saya tegaskan lagi tidak ada tawar-menawar soal
smelter karena itu persyaratan perpanjangan kontrak," tegas Sudirman.
Maroef Sjamsuddin, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negera (BIN) yang kini menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia sebelumnya menjelaskan
smelter Freeport akan dibangun bersebelahan dengan
smelter milik PT Smelting.
Sesuai rencana awal pembangunan
smelter Gresik yang diajukannya, manajemen Freeport mengatakan kapasitas produksi
smelter tembaga katoda itu mencapai 2 juta ton per tahun dan menelan biaya investasi mencapai US$ 2,3 miliar.
(gen)