Jakarta, CNN Indonesia -- Institute Development of Economics and Finance (Indef) menilai langkah pemerintah menggelar operasi pasar terbuka merupakan solusi jangka pendek yang efektif untuk menstabilkan harga beras hingga musim panen raya. Namun, untuk jangka panjang dinilai belum cukup karena diperlukan langkah lanjutan dari pemerintah untuk mengurai permasalahan klasik pada rantai distribusi pangan nasional.
"Pemerintah harus juga mencari penyebab penaikan harga. Kalau memang ada mafia beras, harus segera diberi sanksi. Atau kalau karena ada masalah distribusi Raskin, maka harus dicari ada yang menyebabkan hal itu terhambat,” ujar Direktur Eksekutif Indef Ahmad Erani Yustika kepada CNN Indonesia, Rabu (25/2).
Menurutnya, eskalasi dari persoalan naiknya harga beras tersebut lumayan besar. Idealnya, kata Erani, pemerintah melibatkan aparat hukum dalam menjaga stabilisasi harga dan mengawasi distribusi pangan di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jika dilakukan dengan pengawasan yang baik, seharusnya operasi pasar sudah bisa meredam pelonjakan harga beras tersebut. Setidaknya, hingga panen raya yang diperkirakan terjadi pada Maret, harga beras masih bisa dikendalikan,” jelasnya.
Seperti diketahui, setelah adanya penaikan harga beras di masyarakat yang mencapai 30 persen, pemerintah akhirnya kembali menyalurkan Raskin.
Pada Rabu (25/2), Presiden Joko Widodo beserta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dan Kepala Perum Bulog Lenny Sugihat melancarkan operasi pasar beras serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah akan mengucurkan 20.000 ton pada hari ini dari total 300.000 ton beras rakyat miskin atau raskin untuk menambah pasokan dan menstabilkan harga. Perum Bulog juga akan mengerahkan satuan petugas untuk langung mendistribusikan beras ke masyarakat. Harga beras biasa ditetapkan Rp 7.400 per kilogram, sementara harga raskin ditetapkan Rp 1.600 per kilogram.
(ags/ags)