Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 5,3 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 untuk menyukseskan program pembangunan 1 juta rumah di seluruh Tanah Air. Selain itu, sejumlah BUMN diinstruksikan untuk menyokong pendanaan program tersebut hingga Rp 59,42 triliun.
Maurin Sitorus, Deputi Bidang Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat, menjelaskan pembangunan 1 juta rumah merupakan program bersama yang melibatkan banyak pihak, mulai dari BUMN, pengembang, hingga pemerintah daerah. Menyangkut pendanaan, ada dua sumber pembiayaan, yakni melalui APBN murni dan non-APBN.
"Untuk yang dari APBN itu tersedia Rp 5,1 triliun untuk FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) , plus Rp 220 miliar untuk subsidi uang muka," jelasnya kepada CNN Indonesia, Selasa (3/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, lanjut Maurin, sejumlah BUMN telah berkomitmen untuk ikut membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mendapatkan kredit kepemilikan rumah (KPR). Total sumber pembiayaan non-APBN yang berasal dari BUMN mencapai Rp 54,1 triliun.
Fasilitas pembiayaan paling besar dialokasikan dari BPJS Ketenagakerjaan, yakni mencapai Rp 48 triliun. Fasilitas tersebut hanya diperuntukan bagi anggota BPJS yang ingin memiliki rumah pertama.
Sementara itu untuk pegawai negeri sipil (PNS), Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) dan PT Taspen menyiapkan dukungan pembiayaan masing-masing Rp 3,1 triliun dan Rp 2 triliun.
"Juga ada dari Perumnas Rp 1 triliun, itu untuk masyarakat umum," tuturnya.
FLPP, jelas Maurin, merupakan fasilitas pembiayaan dana bergulir untuk MBR umum dan PNS dengan tingkat bunga yang relatif lebih rendah dari pada kredit komersil. Fasilitas tersbut hanya untuk kredit kepemilikan rumah pertama bagi MBR dan PNS dengan tingkat penghasiulan bulanan tidak lebih dari Rp 4 juta per bulan.
"Syaratnya berpenghasilan paling tinggi Rp 4 juta per bulan, hanya untuk rumah pertama dan harus ditempati. Kalau mau dialihkan minimal sudah ditempati lima tahun," tuturnya.
Intinya, Maurin menegaskan fasilitas KPR ini bisa dimanfaatkan oleh pekerja di sektor formal maupun informal yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Masalahnya di sektor informal ini kami kesulitan untuk mengetahui penghasilan bulanannya, tapi kami akan garap sektor ini. Sekmanya bagaimana sedang kami rumuskan," tuturnya.
(ags/gen)