Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan menurunkan ambang batas (
threshold) pengenaan bea keluar minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) sekitar 20 persen guna menjaga keseimbangan pasokan.
Sebagai informasi, ekspor sawit dan turunannya termasuk CPO sejak 1 Oktober 2014 terbebas dari bea keluar (BK) mengingat harganya lebih rendah dari ambang batas yang ditentukan yaitu US$ 750 per metrik ton.
“Untuk menjaga keseimbangan pasokan (CPO) di dalam negeri sudah dilakukan rapat di BKF (Badan Kebijakan Fiskal) akan mengenakan BK dengan
threshold yang diturunkan. (Besarannya) masih dikaji antara 500 sampai 600 (dolar),” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan di kantornya, Selasa (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Partogi menyadari koreksi treshold CPO berpotensi mengerem ekspor CPO Tanah Air. Kendati demikian, Partogi menilai kebijakan itu nantinya akan konsisten dengan mandatori pemerintah terkait peningkatan porsi campuran biofuel, bahan bakar nabati (BBN) berbahan dasar CPO, menjadi 15 persen dalam bahan bakar minyak (BBM) tahun ini.
“Perlu kita ketahui memang ekspor menjadi program Kementerian Perdagangan tetapi untuk komoditi-komoditi tertentu kita punya komitmen hilirisasi dan mandatori CPO ke bio diesel. Jadi tidak semua produk itu orientasinya harus ekpor saja, jadi harus ada keseimbangan," ujar Partogi.
Menurut Partogi, kebijakan ini merupakan komitmen pemerintah mengutamakan kepentingan nasional di atas dari kepentingan apapun.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berharap kebijakan ambang batas harga pengenaan BK dipertahankan di level US$ 750 per metic ton agar industri tetap kompetitif.
Asosiasi menilai penurunan threshold BK CPO justru akan menyebabkan industri sawit menjadi lesu dan menurunkan penerimaan negara. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan pengusaha sawit untuk ekspor akan semakin tinggi sedangkan nilai ekspornya justru terdepresiasi.