Kemendag: Ambang Batas Bea Keluar CPO akan Turun 20 Persen

CNN Indonesia
Selasa, 17 Mar 2015 19:46 WIB
Kementerian Perdagangan sudah memperhitungkan risiko kebijakan penurunan threshold bea keluar terhadap perlambatan ekspor CPO.
Seorang pekerja merapikan hasil panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tempat pengepul kelapa sawit Kunangan, Maro Sebo, Muarojambi, Jambi, Jumat (6/2). Harga TBS kelapa sawit terus bergerak naik dari Rp1.650 per kilogram pada minggu lalu menjadi Rp1.675 per kilogram hari ini yang diprediksi terpengaruh peningkatan konsumsi sawit dalam negeri. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan menurunkan ambang batas (threshold) pengenaan bea keluar minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) sekitar 20 persen guna menjaga keseimbangan pasokan.

Sebagai informasi, ekspor sawit dan turunannya termasuk CPO sejak 1 Oktober 2014 terbebas dari bea keluar (BK) mengingat harganya lebih rendah dari ambang batas yang ditentukan yaitu US$ 750 per metrik ton.

“Untuk menjaga keseimbangan pasokan (CPO) di dalam negeri sudah dilakukan rapat di BKF (Badan Kebijakan Fiskal) akan mengenakan BK dengan threshold yang diturunkan. (Besarannya) masih dikaji antara 500 sampai 600 (dolar),” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan di kantornya, Selasa (17/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Partogi menyadari koreksi treshold CPO berpotensi mengerem ekspor CPO Tanah Air. Kendati demikian, Partogi menilai kebijakan itu nantinya akan konsisten dengan mandatori pemerintah terkait peningkatan porsi campuran biofuel, bahan bakar nabati (BBN) berbahan dasar CPO, menjadi 15 persen dalam bahan bakar minyak (BBM) tahun ini.

“Perlu kita ketahui memang ekspor menjadi program Kementerian Perdagangan tetapi untuk komoditi-komoditi tertentu kita punya komitmen hilirisasi dan mandatori CPO ke bio diesel. Jadi tidak semua produk itu orientasinya harus ekpor saja, jadi harus ada keseimbangan," ujar Partogi.  

Menurut Partogi, kebijakan ini merupakan komitmen pemerintah mengutamakan kepentingan nasional di atas dari kepentingan apapun.

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berharap kebijakan ambang batas harga pengenaan BK dipertahankan di level US$ 750 per metic ton agar industri tetap kompetitif.

Asosiasi menilai penurunan threshold BK CPO justru akan menyebabkan industri sawit menjadi lesu dan menurunkan penerimaan negara. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan pengusaha sawit untuk ekspor akan semakin tinggi sedangkan nilai ekspornya justru terdepresiasi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER