Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) menilai fasilitas pembebasan visa bagi turis asing hanya akan memperpanjang proses keimigrasian. I Ngurah Wijaya, Ketua GIPI, melihat perlakuan beda bagi turis asal Australia terkait kebijakan kebijakan visa on arrival (VOA) kental akan muatan politik internasional ketimbang pertimbangan ekonomi.
"Bagi kami di Bali, bukan masalah membayar atau tidak bayar visa, tapi bagaimana memudahkan (turis) untuk mendapatkan visa," ujar Ngurah Wijaya kepada CNN Indonesia, Selasa (17/3).
Menurut Ngurah, visa merupakan instrumen yang digunakan suatu negara untuk mengenali latar belakang warga negara asing yang akan masuk ke wilayahnya. Dokumentasi awal itu dilakukan sebagai upaya mitigasi masuknya oknum-oknum yang dianggap membahayakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah memberikan masukan ke pemerintah agar prosesnya (pengurusan visa) yang dipermudah," jelasnya.
Berdasarkan kajian GIPI, Ngurah mengatakan penerapan VOA justru menambah panjang proses administrasi dan birokrasi imigrasi. Apabila tanpa VOA turis hanya harus mengurus visa sekali, maka dengan VOA akan ada proses identifikasi lanjutan di bandara atau pintu masuk pelabuhan.
"Dengan visa on ariival jadi harus antri dua kali. Saat urus (VOA) antri dan saat pemeriksaan mereka antri lagi di imigrasi. Itu justru memperpanjang waktu," kata Ngurah Wijaya.
Kental Nuansa Politik Mengenai keputusan pemerintah menghapus Australia dari daftar VOA, I Ngurah Wijaya menilai ada faktor hubungan politik yang memanas antara Indonesia dengan Negeri Kangguru. Pertimbangan resiprokal yang disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya dinilainya tidak beralasan.
"Karena bukan hanya Australia yang menerapkan universal visa, Eropa juga menerapkan kebijakan sama. Kalau alasannya resiprokal agreement, lalu kenapa negara-negara Eropa lain dapat visa on arrival," ujar Ngurah.
Ngurah berharap pemerintah tidak memberikan perlakuan beda terhadap Australia di bidang pariwisata. Menurutnya, pariwisata harus mencerminkan kultur budaya yang ramah suatu bangsa dan jangan dijadikan alat politik internasional.
GIPI menargetkan kunjungan wisaman tahun ini tumbuh 15 persen dari realisasi tahun lalu yang mecapai 9 juta turis. Khusus di Bali, GIPI memprediksi 4 juta turis asing akan berwisata di Pulau Dewata pada 2015.
(ags)