Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) sebagai agregator gas nasional diklaim sebagai solusi menghapuskan stigma harga gas yang tinggi di Indonesia. Sebab, dengan ditetapkan sebagai agregator, maka PT Pertamina (Persero) maupun PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) diberikan wewenang oleh pemerintah untuk melakukan kombinasi harga jual yang ideal bagi berbagai jenis pelanggan.
“Nantinya agregator gas yang akan melakukan mix harga. Agregator bisa bilang untuk pembangkit listrik harga gas nya sekian, untuk industri keramik lebih mahal, untuk kebutuhan transportasi lebih murah, dan untuk ibu rumah tangga tentu lebih murah lagi,” kata Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmadja di kantornya, Rabu (18/3).
Wiratmadja menambahkan, nantinya agregator gas juga berwenang mengalokasikan pasokan gas untuk kawasan industri baru di Indonesia. Sepanjang pengelola kawasan industri bersedia membangun jaringan pipa gas maka pemerintah akan meminta agregator untuk mengalokasikan gas produksi Indonesia untuk kawasan industri tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Wiratmadja mengatakan fungsi agregator gas akan sedikit tumpang tindih dengan fungsi yang dijalankan oleh Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas selama ini.
“Agregator bukan regulator. Tetapi hanya melakukan mixing harga. Sebut saja unit bisnis dari pemerintah. Seperti saat ini kan Pertamina melakukan mixing harga untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dijualnya. Padahal BBM itu ada yang diimpor dari Singapura, diproduksi kilang Cilacap, Balongan dan sebagainya. Pertamina mengombinasi harga tersebut untuk menentukan harga jualnya. Untuk BPH Migas perannya yang sedang ditentukan,” katanya.
(ags)