Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mencatat sekitar 4.100 pabrik rokok gulung tikar dalam lima tahun terakhir akibat kebijakan pemerintah yang kurang berpihak. Lebih dari 100 ribu pekerja yang terkait dengan produksi rokok dilaporkan Gappri kehilangan pekerjaan dalam kurun waktu tersebut.
"Berdasarkan riset kami, pada 2009 ada 4.900 industri rokok dan lima tahun kemudian tinggal 800 pabrik," ujar Sekretaris Jenderal Gappri Hasan Aoni kepada
CNN Indonesia di Jakarta, Jumat (20/3).
Dengan asumsi satu pabrik mempekerjakan sekitar 25 orang, Hasan mengkalkulasi sekitar 102,5 ribu buruh pabrik telah dirumahkan akibat tutupnya pabrik. Saat ini tinggal sekitar 600 ribu orang yang berkontribusi dalam produksi rokok, di luar kegiatan distribusi dan marketing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasan Aoni menyebut kenaikan cukai setiap tahunnya sebagai penyebab utama runtuhnya industri kretek berbasis kearifan lokal ini. Bukti terkini adalah anjloknya produksi rokok kretek dalam dua bulan terakhir menyusul kenaikan tarif cukai rata-rata 8,72 persen per Januari 2015.
"Januari itu turun 33 persen dibandingkan Januari 2014 dan Februari turun 20 persen dibanding Februari 2014," ujar Hasan.
Pemegang Saham TerbesarHasan Aoni menjelaskan dalam setiap batang rokok ada tiga biaya yang melekat dan membebani konsumen. Pertama, tarif cukai yang naik setiap tahun. Kedua, pajak rokok yang dipungut oleh pemerintah daerah sebesar 10 persen dari tarif cukai. Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) yang saat ini berlaku 8,4 persen dari harga jual.
"Kalau ditotal sebenarnya pemegang saham terbesar industri rokok adalah pemerintah," kata Hasan.
Menurutnya, sekitar 65 persen dari pendapatan industri rokok masuk ke kas negara dalam bentuk cukai, pajak rokok daerah dan PPN. Sementara sisanya 35 persen dikelola oleh pemegang saham yang sebanarnya untuk mebeli bahan baku, bayar upah buruh, dan biaya marketing.
"Misalnya sebatang harganya Rp 1.000, 57 persennya atau Rp 570 merupakan cukai. belum ditambah 10 persen pajak rokok (daerah) dan PPN 8,4 persen. Yang bersih sekitar 65 persen masuk kas negara," ujarnya.
(gir/gir)