Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana pembubaran Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kian menyeruak seiring dengan penghapusan klausul Badan Pengatur dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Kepala BPH Migas Andi Noorsaman Sommeng menuding munculnya wacana tersebut tak lepas dari upaya sejumlah pihak yang menginginkan lembaganya ditiadakan. Serupa dengan pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) pada akhir 2012 silam.
"Saya tidak mengerti siapa di balik ini semua. Keputusan Mahkamah Konstitusi saja tidak menghapus satu ayat pun yang berkaitan dengan BPH migas, kok ini di draf pemerintah malah yang konstitusional dihapuskan,” ujar Andi di Jakarta, Senin malam (6/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai pengingat, pada medio 2012 MK membubarkan BP Migas lantaran dinilai bertolakbelakang dengan pasal 33 UU Dasar 1945 terkait penguasaan negara terhadap sumber daya Indonesia. Seiring dengan putusan tersebut, ternyata MK tak membubarkan BPH Migas yang sebelumnya diprediksi banyak pihak akan mengikuti jejak BP Migas.
Berangkat dari fakta ini, Andi pun mengungkapkan bahwa desakan tersebut kembali muncul seiring dengan penyusunan revisi UU Migas yang akan digodok pemerintah bersama DPR. Namun sayangnya, Ia tak berkenan membeberkan pihak-pihak mana saja yang diduganya menginginkan pembubaran BPH Migas.
"(Kalau dibubarkan) apakah ini tidak rawan akan di
judicial review dan dibatalkan lagi oleh MK. Saya pun tidak pernah diajak bicara mengenai wacana ini (dengan pemerintah)," katanya.
Meski begitu, di tengah wacana pembubaran BPH Migas Andi akan menyerahkan sepenuhnya keputusan pada Menteri ESDM Sudirman Said. Akan tetapi, ia meminta agar pemerintah tak memberikan fungsi pengawasan yang dimiliki BPH Migas ke PT Pertamina (Persero) jika pemerintah benar-benar meniadakan keberadaan Badan Pengatur dalam revisi UU Migas.
Ini dilakukan agar para pelaku usaha hilir migas memperoleh keadilan lantaran Badan Pengatur dan Pengawas bukanlah perusahaan yang juga merupakan kompetitor usahanya.
"Kalau (pengawasan) diberikan ke Pertamina, saya kira itu kesalahan konsepsi. Apakah Pertamina bisa menciptakan
fairness dalam berusaha jika Pertamina juga akan sebagai pengatur sekaligus pelaku usaha? Kalau nantinya seperti itu, kita kembali ke monopoli," tegasnya.
(gen)