Jakarta, CNN Indonesia -- Dua perusahaan gas dalam negeri mendapat pengecualian dari kewajiban menggunakan
letter of credit (L/C) dalam melakukan ekspor dari Kementerian Perdagangan. Dua perusahaan tersebut yakni PT Badak NGL di Bontang Kalimantan Timur dan BP LNG Tangguh di Papua Barat.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan, dua perusahaan tersebut sudah mendapatkan penangguhan dari Kementerian Perdagangan melalui rekomendasi yang diajukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Mereka mengajukan ke Menteri ESDM, disahkan oleh Mendag, nanti setelah itu Bea Cukai yang
approve untuk ekspor," kata Heru saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (1/4) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah memiliki alasan tersendiri dalam memberikan pengecualian wajib L/C kepada dua perusahaan tersebut. Kepala SKK Migas Amin Suryanadi mengatakan selama ini pencatatan transaksi jual beli dan kontrak kerja di sektor gas selalu tercatatat dengan baik. Apalagi, kontrak kerja yang terjalin antara perusahaan dengan pembeli selalu dilakukan dalam jangka panjang.
"Ekspor yang krusial itu adalah ekspor gas. Secara prinsip, sumurnya akan diporduksi kalo sudah mendapatkan pembeli," ujar Amin.
Perusahaan gas Bontang memiliki 14 kontrak dari tahun 1977 sampai berakhir tahun 2022. Dari 14 kontrak perusahaan ada 9 mayoritas perusahaan asal Jepang kemudian Taiwan, Korea Selatan, dan Indonesia. Sementara itu, terdapat 13 kontrak perusahaan gas di Tangguh, ada 5 perusahaan asal Jepang, 3 Korea, Meksiko, China, dan 3 Indonesia.
Amin menjelaskan, penjualan gas seperti ini karena nilainya sangat tinggi, satu kargo sekitar US$ 20 juta. Karena nilainya tinggi maka perusahaan-perusahaan di Bontang dan di Tangguh Papua Barat sebelum menentukan siapa pembelinya, selalu dilakukan due diligence (penelitian). Pasalnya kedua perusahaan tersebut masuk dalam standar perusahaan internasional sehingga dalam bertransaksi harus sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di internasional.
"Karena itu tidak semua perusahaan bisa otomatis membeli spot cargo. Volume yang dijual dalam setiap shipment harganya ditetapkan oleh Menteri ESDM. Pembelinya siapa juga harus persetujuan Menteri," katanya.
(gir)