Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengisyaratkan bakal menerapkan sistem pembayaran royalti dan pajak di dalam pengusahaan wilayah kerja minyak dan gas (migas) Indonesia. Hal tersebut masuk ke dalam salah satu pasal draf amandemen Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang migas yang disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam draf tersebut, pemerintah mewajibkan pembayaran royalti dan pajak dalam setiap izin usaha migas yang diterbitkan. Sistem pungutan tersebut untuk menggantikan kontrak kerjasama yang selama ini digunakan di industri migas atau biasa disebut
production sharing contract (PSC).
"Kalau menurut Mahkamah Konstitusi (memang) harus sistem itu," ujar Ketua Unit Pengendalian Kerja Kementerian ESDM Widyawan Prawiraatmadja di Jakarta, Jumat (10/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Widyawan mengungkapkan, penerapan konsep rolayti dan pajak bakal diberlakukan untuk PT Pertamina (Persero) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus yang merupakan bentuk baru dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ke depan.
Meski begitu, BUMN Khusus masih diperbolehkan menggunakan konsep PSC lantaran hanya badan ini yang nantinya akan bekerjasama dengan perusahaan migas swasta.
Penerapan sistem pembayaran royalti dan pajak sendiri bukan hal baru bagi Pertamina, sebab UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi sebelumnya pernah mengatur mengenai hal tersebut.
"Dua-duanya, Pertamina dan BUMN khusus. Tapi bedanya BUMN Khusus (bisa) berkontrak dengan yang lain tapi yang satunya (Pertamina) kerja sendiri," tambah Widyawan.
Pemerintah masih terus menggodok draf amandemen UU Migas yang nantinya akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain penerapan royalti dan pajak, pemerintah juga akan tetap memberi keleluasaan bagi Pertamina untuk dapat bekerjasama dengan perusahaan swasta nasional maupun asing di dalam pengusahaan blok migas.
"Itu dia yang masih dibahas. Ini kan masih dibahas, masih jauh. Jangan lupa ini (rancangan amandemen UU migas) masih harus dibawa ke DPR," kata Widyawan.
(gen)