Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perindustrian Saleh Husin menyebut harga batu akik yang diperjual belikan di masyarakat saat ini sudah di luar nalar sehat manusia alias tidak rasional. Lonjakan harga batu akik saat ini menurut Saleh akibat terjadinya hukum permintaan dan penawaran dalam perdagangan berupa tingginya permintaan di hampir seluruh daerah di Indonesia.
Saleh mencontohkan dari hasil pantauan yang dilakukan instansinya di satu pusat perdagangan batu akik Jakarta, para pedagang yang berjualan batu akik di tempat tersebut bisa memutar uang Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar per hari.
“Penjualan batu mulia di Jakarta Gem Stone Rawabening, Jatinegara, Jakarta Timur menghasilkan perputaran uang Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar per hari yang diperoleh dari penjualan batu akik dengan rentang harga Rp 35 ribu hingga Rp 10 juta lebih. Ini tidak rasional,” ujar Saleh di kantornya, Selasa (21/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk meredam harga batu akik tersebut, Saleh mengaku akan menerapkan dua cara. Pertama adalah dengan membantu Kementerian Keuangan menyusun revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253 tahun 2008 yang mengatur pajak penghasilan (PPh) untuk perhiasan yang tergolong barang mewah. Saleh mengusulkan tarif pajak yang lebih tinggi dari yang tercantum dalam aturan tersebut.
“Menurut aturan itu, pajak yang dikenakan adalah lima persen atas transaksi penjualan batu mulia yang seharga di atas Rp 1 juta, dan 0,5 hingga 1,5 persen bagi batu mulia dengan harga di bawah Rp 1 juta. Itu saya minta di revisi,” kata Saleh. Sayang, dia enggan menyebutkan berapa tinggi PPh penjualan batu akik yang diusulkannya.
Standardisasi Batu AkikCara kedua yang dilakukan Kementerian Perindustrian untuk membatasi keleluasaan pedagang batu akik dalam menentukan harga jual dagangannya adalah dengan membuat standardisasi batu akik.
"Untuk harga, saat ini kami tidak bisa mengaturnya karena semuanya tergantung dari mekanisme pasar. Yang bisa dilakukan pemerintah adalah membuat sebuah sistem standardisasi agar harga batu sesuai dengan kualitas batunya," ujar Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Euis Saedah.
Saat ini Euis mengaku sudah mendapat tugas dari Menteri Perindustrian untuk menyusun poin-poin standardisasi tersebut sehingga enggan membeberkan lebih lanjut. Namun yang pasti, standardisasi ini akan lebih ditekankan pada jenis batu dan tingkat kesulitan mendapatkan batu tersebut.
"Standarisasi batu ini kembali ke sifat asalnya, yaitu kekerasan. Nanti kita lihat seberapa keras batunya serta seberapa sulit penjual batu tersebut mendapatkannya. Setelah itu akan kita golongkan, jadi nanti pembeli bisa menilai apakah harga batu yang ingin dibeli tersebut sesuai dengan golongannya apa tidak," jelasnya.
Dengan melakukan standarisasi ini, Euis juga berharap batu mulia dapat menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia ke depan mengingat harganya yang cukup tinggi. Bahkan ia menargetkan proporsi ekspor batu mulia pada tahun ini mencapai 75 persen dari porsi kontribusi ekspor perhiasan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito sempat mengatakan akan menjadikan batu akik sebagai objek baru kena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 5 persen per Juli 2015. Menurut Sigit, batu akik dengan harga di atas Rp 100 juta wajar dikenakan PPnBM mengingat yang mampu membeli adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.
"Ya mungkin nanti setelah Juni (berlakunya) karena sedang kami godok aturannya diharapkan sebelum Juni semua selesai (kajiannya)," tutur Sigit. Namun, belum lama ini wacana PPnBM tersebut justru dibatalkan oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro yang menilai batu akik lebih tepat dikenakan PPh atas penjualannya.
(gen)