Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perindustrian Saleh Husin mendorong upaya efisiensi produksi gula nasional dengan memberi rekomendasi menutup sejumlah pabrik gula milik negara yang kurang produktif, serta melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan tebu.
"Khususnya (pabrik gula) milik BUMN harus diefisienkan. Caranya dengan mengurangi jumlah PG di Pulau Jawa yang kemudian dipilih beberapa pabrik yang potensial untuk ditingkatkan kapasitas menjadi di atas skala perekonomian yaitu lebih dari 6.000 ton tebu per hari," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husein, saat rapat kerja di Ruang Rapat Komisi VI, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015).
Saleh mendorong efisiensi ini dengan menambahkan dana sekitar US$ 15 ribu sampai US$ 20 ribu untuk setiap kenaikan kapasitas giling satu ton tebu per hari (Ton Cane per Day/TCD) atau sekitar Rp 450 miliar untuk kapasitas giling 2.000 TCD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khusus untuk pembangunan pabrik gula baru dan ektensifikasi lahan, dibutuhkan siasat khusus mengingat sulitnya mendapatkan lahan yang cocok dengan agroklimat tebu. Juga diperlukan area perkebunan tebu sekitar 20.000 ha untuk memasok tebu bagi satu unit pabrik gula dengan kapasitas 10.000 TCD.
Baca juga:
Produksi Rendah, Menperin Usul Tutup Sejumlah Pabrik Gula Saleh menjelaskan kemudian, pabrik gula baru harus terpadu dengan pabrik tebu seperti diatur pada Perpres No. 36 tahun 2010. Investasi pendirian pabrik juga sangat besar sekitar Rp 1,5 triliun sampai Rp 2 triliun untuk kapasitas giling 10.000 TCD.
Saleh mengatakan efisiensi ini akan didukung program modernisasi mesin dan peralatan, automatisasi, serta program intensifikasi lahan. Kemudian, pemerintah akan segera mengembangkan perkebunan tebu baru dan membangun pabrik baru yang akan diarahkan di luar Pulau Jawa dengan kapasitas besar yaitu minimal 10.000 TCD. Harapannya, dengan kapasitas sebesar itu, memungkinkan produksi listrik dari ampas tebu dan industri bioethanol.
Angka Kebutuhan Gula NasionalSaleh juga memaparkan kebutuhan gula nasional diperkirakan saat ini sebesar 5,7 juta ton. Rinciannya 2,8 juta ton merupakan Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi masyarakat langsung dan 2,9 juta ton Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk industri.
"Kebutuhan gula per tahun naik 6 persen. Bahkan untuk tahun 2015, diperkirakan 9 persen," tambah Menperin.
Saat ini, GKP diproduksi oleh 62 pabrik gula yang terdiri dari 50 unit milik BUMN dan sisanya swasta. Sebanyak 64,5 persen pabrik gula telah berumur lebih dari 100 tahun. Kemudian, sebanyak 69,4 persen pabrik milik BUMN berkapasitas kecil atau di bawah 4.000 TCD.
"Jumlah karyawan sangat banyak, satu pabrik lebih dari 1.000 orang namun setahun hanya beroperasi 150 hari. Sehingga efisiensi dan mutu gula rendah," ujarnya.
Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, menjelaskan rencana revitalisasi dan penutupan sejumlah pabrik gula masih menunggu pemaparan peta jalan pengembangan pabrik gula BUMN. Khusus untuk revitalisasi pabrik, Panggah mengatakan juga harus menunggu cari penyertaan modal negara (PMN) ke PTPN III sebesar Rp 3,5 triliun yang memang dikhususkan untuk me revitalisasi industri gula nasional.
Revitalisasi ini, menurut Panggah, memang diperlukan agar industri gula dalam negeri bisa memenuhi permintaan domestik. Data Kementerian Pertanian mencatat bahwa produksi gula secara keseluruhan pada tahun lalu sebesar 2,58 juta ton, jauh di bawah kebutuhan domestik yang mencapai 5,7 juta ton.
(adt)