Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia belum sepenuhnya menggunakan sistem ekonomi berbasis keuangan syariah. Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penggunaan istilah-istilah Arab dalam sistem keuangan syaria menjadi faktor penghambat perkembangan konsep ekonomi Islam itu.
Menurutnya, masyarakat dan para pelaku pasar masih terlalu asing dengan istilah-istilah Arab yang sering digunakan dalam sistem keuangan syariah. Padahal, dalam sistem keuangan syariah lingkup yang digeluti sama saja dengan sistem ekonomi konvensional, yakni bisnis, keuangan dan investasi.
"Kita pikir yang dimaksud ekonomi Islam asal harus bahasa Arab. Sebenarnya, tidak ada urusan dengan itu. Itu cuma urusan halal dan haram," ujar Wapres saat membuka muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) di Jakarta, Kamis (30/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JK menilai konsep halal dan haram dalam bisnis itu sederhana. "Selama bukan judi, tidak spekulatif, serta tidak menjual barang haram seperti babi, alkohol, dan prostitusi online, itu semua halal," katanya.
Sebagai pelaku ekonomi, Jusuf Kalla berharap lembaga jasa keuangan yang memiliki sistem syariah mampu membumikan istilah syariah lebih dalam kepada masyarakat. Efisiensi lembaga keuangan syariah pun harus dijaga agar pasar juga mampu mengandalkan lembaga jasa keuangan syariah sama dengan lembaga jasa keuangan konvensional lainnya.
"Kalau ini artinya membawa sistem ini ke umum. Tidak berati kita jadikan orang mualaf. Pertama, pendekatannya kita pakai bahasa umum," tuturnya.
JK meyakini sistem keuangan syariah lebih menguntungkan ketimbang konvensional. Dengan adanya prinsip bagi hasil (mudarabah) dan mengharamkan spekulasi dipercaya mampu membuat perekonomian lebih stabil.
"Jadi kita mau jual bahasanya atau sistem? Itu pertanyaan. Kalau bahasa itu pasti tak laku. Tapi kalau sistemnya. Itu bisa menarik orangTiongkok orang mana-mana itu," katanya.