Menakar 'Sell in May and Go Away', Fenomena Aksi Jual Saham

CNN Indonesia
Senin, 04 Mei 2015 06:51 WIB
Pengamat menilai tren penurunan transaksi saham pada setiap pertengahan kuartal sudah terjadi dalam dua dekade terakhir.
Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 18 Maret 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi jual-beli lazim terjadi di pasar. Tak terkecuali pada perdagangan kepemilikan di bursa saham. Ada kalanya volume penjualan saham cenderung meningkat signifikan pada bulan kelima pasca emiten merilis laporan kinerja kuartal I. Hal itu biasanya terjadi jika performa rata-rata emiten dinilai tidak sesuai ekspektasi.

Fenomena ini dikenal dengan istilah "Sell in May and Go Away". Sebuah istilah perdagangan saham terkenal yang memperingatkan investor untuk menjual kepemilikan saham mereka pada bulan Mei guna menghindari penurunan musiman di pasar modal.

Aksi jual dan pergi di Mei merupakan strategi investor portofolio untuk mengamankan modalnya sebelum kembali ke lantai bursa saham pada November. Kecenderungan investor menghindari periode Mei-Oktober banyak terjadi di bursa Amerika Serikat (AS).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah mitos ini juga terjadi di bursa saham Indonesia?

Investor asing tercatat melepas kepemilikan 6.382 lembar sahamnya di bursa nasional dalam empat hari menjelang Mei, dengan nilai modal asing yang keluar secara bersih mencapai Rp 7,09 triliun. Aksi jual ini menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjerembab sebesar 348,9 poin atau 6,42 persen dan bertengger di level 5.086.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat nilai kapitalisasi saham selama periode 27-30 April 2015 sebesar Rp 5.146,75 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan drastis dibandingkan kapitalisasi selama periode 20-24 April 2015, yang tercatat sebesar 5.479 triliun. Dengan demikian dalam empat hari terakhir di bulan April, modal yang menguap di bursa saham nasional mencapai Rp 332,25 triliun.

Kiswoyo Adi Joe, Anggota Asosiasi Analis Efek Indonesia (AEI), mengatakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kerap melemah setiap bulan Mei dan Agustus. Tren penurunan transaksi saham pada setiap pertengahan kuartal sudah terjadi dalam dua dekade terakhir.

"Kalau lihat statistik memang pada bulan Mei dan Agustus penurunan IHSG selalu besar. Karena emiten biasanya sudah mengeluarkan laporan keuangan kuartal I dan dividen juga sudah dibagikan, jadi praktis tidak ada pemicu atau sentimen di pasar," jelasnya kepada CNN Indonesia, belum lama ini.

Khusus di Indonesia, kata Kiswoyo, musim ajaran baru sekolah yang jatuh pada Juni-Juli setiap tahunnya turut memicu pelemahan transaksi di lantai bursa. Investor biasanya memprioritaskan pengunaan dananya untuk mendanai sekolah putra-putrinya terlebih dahulu ketimbang investasi.

Biasanya, jelas Kiswoyo, investor akan menarik modalnya dari pasar modal sambil mengamati aktivitas perdagangan. Kecuali untuk investor besar, dengan modal yang melimpah mereka bisa mengalihkan dananya ke instrumen investasi lain seperti obligasi, emas, atau valuta asing.

"Atau mereka biasanya mengalihkan ke saham-saham defensif, saham yang tidak pernah ada matinya," tuturnya.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER