Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian mulai mengkhawatirkan gejala deindustrialisasi yang semakin menguat di Tanah Air menyusul penurunan kinerja manufaktur pada kuartal I 2015. Hal ini membuat Kemenperin mempertimbangkan untuk merevisi turun target pertumbuhan manufaktur yang dipatok 7 persen pada tahun ini.
Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro yang juga merangkap sebagai Plt Dirjen Indutri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian menilai banyak faktor yang memicu pelemahan industri manufaktur.
Antara lain penurunan daya beli masyarakat, perlambatan ekonomi negara-negara mitra dagang, melonjaknya biaya produksi akibat depresiasi rupiah, anjloknya harga komoditas dan mengetatnya likuiditas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Industri makanan dan minuman sudah turun. Industri otomotif lebih turun lagi. Industri semen juga turun," ujarnya kepada
CNN Indonesia di kantornya, Selasa (5/5).
Melemahnya sektor riil, kata Panggah, tercermin pula pada penurunan nilai saham sejumlah emiten industri. Namun, menurutnya deindustrialisasi belum terjadi di Indonesia, meski gejalannya sudah mulai mengkhawatirkan.
"Deindustrialisasi itu kalau ada efek
snowball, di mana penurunannya terus bergulir secara periodik. Itu yang bahaya karena efeknya ke mana-mana," tuturnya.
Untuk membalikan keadaan atau minimal meredam pelemahan, Panggah mengatakan perlu ada stimulus ekonomi yang berasal dari anggaran belanja pemerintah. Eksekusi proyek-proyek pemerintah, menurutnya, harus dipercepat agar menimbulkan efek berganda ke berbagai sektor.
"Yang bisa kita lakukan mungkin realisasi anggaran pemerintah dipercepat penyalurannya," kata dia.
Menyoal target pertumbuhan industri, Panggah mengungkapkan pihaknya sejak awal mematok 7 persen sebagai sasaran kinerja tahun ini. Namun, melihat tren negatif kinerja industri, Panggah terkesan pesimis dapat mencapainya.
"(Sekarang) Kami belum akan merevisi, tapi kami lihat nanti di semester I," katanya.
Insentif InstanTerkait insentif fiskal, Panggah menambahkan perlu dukungan fiskal yang dampak positifnya cepat dirasakan pelaku industri. Ketimbang fasilitas keringanan pajak penghasilan (tax allowance) yang dianggapnya terlalu lama untuk bisa dimanfaatkan. Panggah menilai bea masuk ditanggung perintah (BMDTP) lebih efektif untuk bisa mengurangi beban industri dalam waktu singkat.
"Insentif BMDTP, terutama itu yang bisa punya pengaruh instan. Kalau
tax allowance dan
tax holiday itu jangka panjang, tidak bisa cepat," tuturnya.
(gir)