Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menilai perlambatan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 jauh di bawah ekspektasi banyak kalangan. Pertumbuhan ekonomi 4,71 persen pada tiga bulan pertama tahun ini dinilai sebagai sinyal pemburukan ekonomi nasional yang perlu ditanggapi serius oleh pemerintah dengan mengevaluasi sejumlah kebijakan yang dinilai gagal menyejahterakan rakyat.
Direktur Eksekutif Indef Ahmad Erani Yustika mengatakan penyerapan anggaran pemerintah serta konsumsi masyarakat merupakan komponen pembentuk PDB yang paling parah penurunannya selama periode Januari-Maret 2015.
"Kami terus terang betul-betul tidak menyangka pertumbuhan ekonomi akan serendah ini. Sudah harus ada upaya serius untuk mencari skenario kedua, karena hampir semua asumsi (yang dibuat pemerintah) pasti berantakan," ujar Erani kepada CNN Indonesia, Selasa (5/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skenario alternatif yang dimaksud Erani antara lain dengan membuat asumsi-asumsi makroekonomi baru yang lebih masuk akal dengan kondisi ekonomi saat ini. Indikator makroekonomi ini yang kemudian menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan-kebijakan baru yang dapat mengembalikan daya beli masyarakat.
"Kalau seperti ini, daya tahan masyarakat golongan menegah kecil akan sangat lemah. Tidak bisa kebijakan-kebijakan kemarin dieksekusi atau diteruskan," tuturnya.
Evaluasi dan RevisiSalah satu kebijakan yang harus segera dievaluasi, kata Erani, pelepasan harga bahan bakar minyak (BBM) mengikuti mekanisme pasar. Artinya kebijakan pencabutan subsidi atas premium harus dikaji ulang kendati akan berimplikasi terhadap anggaran negara atau beban fiskal.
"Misalnya kalau subsidi harus ditambah lagi harus ada perubahan di anggaran. Kalau kita ingin bikin stimulus fiskal untuk sektor tertentu juga harus revisi (APBNP 2015)," katanya.
Bicara soal revisi APBN, lanjut Erani, biasanya perubahan hanya terjadi sekali dalam setahun. Namun, bukan berarti diharamkan untuk melakukan dua kali perubahan postur anggaran negara.
"Itu bukan larangan, tetap bisa dibuka komunikasi dengan DPR, ini sangat serius," katanya.
Adapun Eric Sugandi, Ekonom Senior Standard Chartered, sudah memprediksi ekonomi Indonesia akan melambat pada kuartal I 2015 menyusul melemahnya daya beli masyarakat dan belanja pemerintah. Namun, ramalannya tidak seburuk realisasi pertumbuhan ekonomi Januari-Maret 2015.
"Untuk kuartal I saya perkirakan pertumbuhan ekonomi itu sekitar 5,1 persen dengan potensi deviasi sedikit ke bawah. Penyebabnya adalah konsumsi rumah tangga yang turun dan investasi pemerintah yang masih rendah," ujarnya kepada CNN Indonesia, belum lama ini.
Dari sisi ekspor, kata Eric, kejatuhan harga komoditas dan lesunya ekonomi global membuatnya tak bisa diandalkan pada tahun ini. Dampak pelemahan pasar komoditas akan sangat dirasakan di daerah-daerah penghasil sumber daya alam.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,71 persen pada kuartal I 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu (
year on year). Artinya perekonomian nasional melambat jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,14 persen secara tahunan.
(ags/ded)