Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah memprediksi adanya penurunan volume ekspor timah menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 33/M-Dag/Per/5/2015 yang mengatur mengenai ekspor komoditas itu.
Dalam aturan baru tersebut, ditambahkan beberapa ketentuan yang memperketat kegiatan ekspor timah diantaranya timah yang akan diekspor harus membayar royalti yang telah diverifikasi Direktorat Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam, memiliki sertifikat
Clean and Clear (CnC) serta mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE).
"Memang diperkirakan akan berkurang ekspor (timah)nya secara tonase tetapi dengan harga yang tinggi nanti kita harapkan hasilnya akan lebih banyak," tutur Direktorat Jenderal Partogi Pangaribuan dalam konferensi pers di kantornya, Selasa petang (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati belum dapat menyebutkan berapa besar prediksi penurunan volume ekspor timah, Partogi mengungkapkan tren penurunan volume ekspor timah sebenarnya sudah terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat, tahun 2014 volume ekspor timah Indonesia hanya mencapai 81 ribu ton per tahun atau menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 96 ribu ton.
Dengan adanya aturan ekspor timah yang lebih ketat diharapkan harga timah dapat terdongkrak mengingat Indonesia merupakan eksportir timah terbesar di dunia. Adapun target nilai ekspor timah tahun ini, Partogi belum dapat membeberkan.
"Yang pasti (dengan keluarnya aturan revisi ini),
resource kita terjamin dan lingkungan kita lebih terjamin dan kita akan memenuhi aturan aktivitas pertambangan yang disahkan oleh dunia internasional," kata Partogi.
Rendahnya harga timah, telah diantisipasi PT Timah Tbk (TINS) untuk melakukan diversifikasi bisnis ke sektor lain seperti logam tanah jarang dan properti.
Dia berharap perseroan dapat mengurangi porsi penjualan timah menjadi 80-85 persen dari sebelumnya 90-95 persen di saat harga timah global yang belum pulih karena penambangan ilegal dan penyelundupan.
"Tidak hanya bergantung pada timah tetapi akan diversifikasi. Kami rencanakan lima tahun akan lakukan diversifikasi, dan akan masuk properti tahun ini. Harapannya diversifikasi bisa sampai 50-50," kata Sukrisno di Jakarta, akhir bulan lalu.
Di sektor properti, perseroan tengah melakukan pembentukan anak usaha bersama badan usaha milik negara (BUMN) lainnya PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). Anak usaha baru itu dibentuk untuk mengelola lahan seluas 176 Ha milik PT Timah.
"Porsi kepemilikan kami, mayoritas 51 persen. Kalau ADHI dan WIKA masing-masing 24,5 persen. Karena mayoritas, pendapatan properti akan masuk dalam konsolidasi perseroan," jelas
Harga Timah AnjlokSukrisno mengungkapkan, harga timah sempat menyentuh US$ 13.600 per ton di tahun ini, yang merupakan titik terendah dalam 10 tahun karena berlebihnya pasokan. Dia mengungkapan harga penjualan rata-rata perseroan pun turun menjadi US$ 18.930 per ton pada kuartal pertama tahun ini, dibandingkan dengan harga tiga bulan pertama tahun lalu US$ 23.000.
“Kami akan menahan penjualan meski produksi masih terus berjalan. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, volume penjualan mencapai 5.304 ton, dibandingkan 4.319 ton pada periode sama tahun lalu,” jelasnya
Namun, di sisi lain produksi bijih mencapai 6.653 ton, naik dibandingkan 6.253 ton dan produksi logam pun naik menjadi 7.657 ton, dibandingkan 5.148 ton. "Intinya kami memang sengaja menahan penjualan bila harga masih rendah," kata Sukrisno.
(gen)