Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said tetap menjalankan niatnya untuk menghadiri konferensi dan seminar internasional Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) ke-enam di Wina, pada 3-4 Juni 2015. Di sela kegiatan tahunan negara-negara pengekspor minyak tersebut, Sudirman bakal bertemu dengan delegasi dari lima negara untuk membahas rencana pembelian minyak langsung.
“Pak Menteri akan bertemu dengan perwakilan Iran, Irak, Angola, Arab Saudi dan Kuwait. Mungkin nanti sore atau malam. Kan pertemuannya selama dua hari," ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat dihubungi, Kamis (4/6).
Dadan mengungkapkan, pada pertemuan bilateral tersebut pemerintah akan membahas lebih detil mengenai rencana pembelian minyak langsung berikut kerjasama di bidang pengolahan minyak mentah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tidak menyebut target volume pembelian, Dadan mengatakan upaya pembelian minyak dari negara-negara produsen merupakan komitmen pemerintah dalam rangka mengamankan pasokan minyak dalam negeri.
Dia mengungkapkan, jika kesepakatan awal sudah tercapai antara pemerintah dengan perwakilan lima negara itu nantinya akan ditindaklanjuti oleh PT Pertamina (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kalau untuk G to G (
government to government) salah satunya memang itu. Kalau untuk volume, menurut saya dibahasnya di dalam forum lanjutan," tambah Dadan.
Sebagai informasi, seminar OPEC kali ini akan membahas isu-isu terkini mengenai kondisi industri minyak dan gas dunia lantaran dihadiri oleh menteri-menteri negara anggota OPEC dan petinggi perusahaan minyak internasional.
Dimana acara seminar akan dibagi kedalam lima sesi Program Internasional OPEC meliputi: Gambaran Umum Energi Global, Stabilitas Pasar Minyak, Kapasitas dan Investasi Produksi, Teknologi dan Lingkungan, dan Diskusi Panel bertema Prospek untuk Ekonomi Dunia dengan pembicara adalah Menteri-Menteri Energi negara anggota OPEC, Sekretaris Jenderal OPEC, dan CEO perusahaan minyak dunia.
Selama mengikuti kegiatan tersebut, Sudirman Said akan didampingi oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi I Gusti Nyoman Wiratmaja.
Beda KepentinganSebelumnya Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mempertanyakan alasan pemerintah yang hendak bergaul lagi dengan OPEC. Terutama setelah pada 2008, Indonesia menangguhkan keanggotaannya akibat status sebagai negara pengekspor minyak tergerus oleh kegiatan impor yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Baca juga:
Masuk OPEC, Indonesia akan Konflik dengan 12 Negara Eksportir)
"Kalau pun dimungkinkan bisa masuk (OPEC), lalu kepentingan Indonesia selaku importir dengan negara eksportir akan berbeda. Eksportir ingin kecenderungan harga minyak tinggi, sedangkan importir inginnya harga murah," ujar Komaidi.
Berdasarkan pengamatan Komaidi, produksi minyak mentah Indonesia anjlok sejak sepuluh tahun terakhir. Apabila pada era 1990 Indonesia punya cadangan minyak sekitar 9 miliar hingga 12 miliar barel, saat ini cadangan tersebut menyusut drastis tinggal 3,7 miliar barel.
"Pada 1990-an produksi minyak kita sekitar 1,5 juta barel per hari (bph) dengan tingkat konsumsi domestik sekitar 500 ribu barel bph. Saat ini kebalik, produksi tidak dampai 800 ribu bph, tetapi konsumsinya mencapai kisaran 1,5 juta bph," tuturnya.
Defisit neraca minyak yang membengkak, kata Komaidi, menjadi alasan Pemerintah Indonesia untuk membekukan keanggotaaanya pada 2008 dan memutuskan keluar pada tahun berikutnya. Dengan kondisi perminyakan yang tidak bertambah baik, Komaidi mempertanyakan kelaikan Indonesia untuk masuk lagi ke dalam OPEC.
"Setahu saya OPEC itu kan anggotanya negara-negara pengekspor minyak, sedangkan Indonesia net importir. Apakah laik? Contoh geng motor, anggotanya harus punya motor. Begitu juga OPEC, anggotanya harus pengekspor minyak," jelasnya.
(gen)