UGM: Lebih Untung Kerjasama Bilateral Ketimbang Gabung OPEC

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Selasa, 12 Mei 2015 14:03 WIB
Pengamat energi UGM Fahmy Radhi menilai rencana Indonesia gabung kembali ke OPEC hanya akan membuang uang iuran keanggotaan.
Kantor pusat the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) di Vienna, Austria. (Dok. OPEC)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah untuk kembali aktif di organisasi negara-negara pengekspor minyak atau OPEC mendapat respons kritis dari Fahmy Radhi, pengamat energi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Fahmy menilai, masuknya kembali Indonesia sebagai anggota peninjau (observer) OPEC tak akan memberi manfaat lebih bagi pemerintah.

"Bahkan malah akan rugi karena harus membayar iuran sebagai observer. Selain itu, apakah mereka (anggota OPEC) mau menerima? Kan kita sudah jadi net importer," ujar Fahmy saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (12/5).

Berangkat dari hal tersebut, Fahmy mendesak pemerintah lebih fokus pada upaya peningkatan produksi ketimbang berupaya mengamankan impor minyak jangka panjang melalui lobi-lobi di dalam OPEC. Sebab angka produksi minyak Indonesia sekarang hanya berkisar 800 ribu barel per hari (bph), atau jauh di bawah kebutuhan minyak yang dikonsumsi masyarakat di angka 1,5 juta bph.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau angka produksi sudah melebihi konsumsi, barulah kita bicara soal OPEC. Kalau pun dalihnya masuk OPEC untuk menjalin kerjasama dalam impor minyak, akan lebih baik kalau langsung melakukan kerjasama bilateral. Jadi tak perlu jadi observer OPEC dulu," tegasnya.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan bakal menghadiri konferensi OPEC sebagai upaya pemerintah untuk kembali aktif di OPEC. Keikutsertaan Indonesia di dalam konferensi dimaksudkan untuk menjalin komunikasi dalam rangka pembelian minyak dari negara-negara anggota OPEC.

Dari pernyataannya, Sudirman mengklaim kembali aktifnya Indonesia di OPEC akan mendatang sejumlah keuntungan khususnya terkait pengadaan minyak impor.

Akan tetapi, Fahmy yang juga anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi menyimpulkan rencana Indonesia menjadi observer OPEC tersebut tak ubahnya sebagai pencitraan pemerintahan Joko Widodo.

"Tapi lagi-lagi semua putusan saya kembalikan pemerintah. Kalau pun jadi observer untuk ikut menentukan harga minyak, saya pikir salah besar. Negara yang menentukan harga minyak itu salah satunya Amerika Serikat yang bukan anggota OPEC," tandasnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER