Bogor, CNN Indonesia -- Sampai 28 Februari 2015, Direktorat Jenderal Pengelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama mengelola sebanyak Rp 70,02 triliun dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Dikutip dari laman Kementerian Agama, dana tersebut terdiri dari kas tunai sebesar Rp 267,95 juta, rekening giro Rp 1,7 triliun, deposito Rp 36,17 triliun, penempatan dalam SBSN Rp 31,75 triliun, dan penempatan SBSN optimalisasi Rp 400 miliar.
Meskipun angkanya terbilang jumbo, namun tidak seluruhnya bisa dikelola dan dioptimalkan imbal hasilnya oleh badan pengelolaan keuangan haji (BPKH) yang akan dibentuk pemerintah paling lambat Oktober 2015. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan dana abadi ummat yang menjadi kewenangan BPKH untuk dikelola hanya Rp 2,6 triliun.
“Tidak kurang Rp 2,6 triliun. Belum termasuk dana dari setoran awal calon jemaah. Jadi kalau misalnya setiap orang itu setoran awalnya Rp 25 juta, sementara yg antri bisa sampai belasan tahun jumlahnya bisa sampai puluhan ribu itu kan akumulasinya besar sekali,” kata Lukman di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu tidak menjelaskan mengapa tidak seluruh dana haji tersebut bisa dikelola BPKH. Namun ia memastikan sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, pemerintah jadi memiliki landasan hukum untuk mengoptimalkan dana mengendap tersebut.
“Selama ini tidak ada dasar hukum untuk mengoptimalkan dana seperti itu. Sekarang BPKH bisa menginvestasikannya, misalnya untuk pinjaman infrastruktur, properti. Dia bisa kembangkan apa saja, selama itu betul menguntungkan,” jelas Lukman.
Namun jika BPKH nanti sudah terbentuk dan beroperasi, pemerintah menurut Lukman tidak akan ikut campur kemana uang tersebut akan diinvestasikan.
“Nanti kalangan pengelola yang profesional yang tentu dengan penuh kematangan lalu kemudian memilih bentuk investasi apa saja yang betul-betul menguntungkan dan tidak merugikan. Namun presiden mengarahkan sebaiknya untuk infrastruktur karena mendatangkan keuntungan, untuk tol, pelabuhan, dan sebagainya,” kata Lukman.
(gen)