Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat realisasi ekspor minyak kelapa sawit atau
crude palm oil (CPO) menjelang Ramadan ini sangat mengecewakan. Menurut Gapki, biasanya mendekati bulan puasa permintaan minyak sawit meningkat karena adanya peningkatan konsumsi khususnya dari negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim, namun hal tersebut tidak terjadi tahun ini.
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki mencatat volume ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada Mei 2015 turun 1,7 persen dibandingkan dari bulan sebelumnya atau dari 2,25 juta ton pada April lalu menjadi 2,22 juta ton.
Volume ekspor minyak sawit Indonesia menurun signifikan ke Bangladesh yaitu sekitar 43 persen meskipun secara kuantitas volume ekspor ke Bangladesh tidak besar. Bulan April lalu volume ekspor ke Bangladesh mencapai 70,9 ribu ton dan pada Mei ini turun menjadi 40,3 ribu ton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Hal ini sangat mengejutkan karena Bangladesh diketahui berpenduduk mayoritas muslim. Situasi politik di dalam negeri diduga menjadi faktor pelemahan permintaan dari Bangladesh,” ujar Fadhil dikutip melalui keterangan pers, Rabu (17/6).
Seperti yang diketahui sejak Maret lalu Partai Nasionalis Bangladesh memblokade titik-titik utama pintu masuk dan keluar kota Bangladesh sebagai ketidakpuasan dari ditangkapnya pimpinan partai tersebut. Hal ini menyebabkan pasokan barang ke dalam negara tersebut berkurang karena kendaraan yang membawa dihentikan dan sebagian diserang.
Fadhil mencatat volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India di Mei ini juga membukukan penurunan 21 persen, atau dari 631 ribu ton pada April menurun menjadi 501 ribu ton di bulan Mei ini. Penurunan volume ekspor juga dicatatkan oleh negara Afrika sebesar 26 persen, negara Uni-Eropa 10 persen dan negara Timur Tengah 1,5 persen.
“Penurunan permintaan dari pasar global akan minyak sawit ini disebabkan harga minyak kedelai yang turun karena melimpahnya stok di Amerika Selatan, Brazil dan Argentina. Demonstrasi di pelabuhan Argentina juga sudah melambat sehingga transport kedelai sudah mulai bisa disalurkan keluar,” jelasnya.
Meskipun terjadi penurunan ekspor minyak sawit pada Mei ini, secara year-on-year ekspor minyak sawit Indonesia tumbuh cukup baik, yaitu sekitar 26 persen dari periode Januari-Mei 2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau dari 8 juta ton Januari-Mei 2014 tumbuh menjadi 10,1 juta ton periode yang sama 2015.
Harga StagnanDari sisi harga, harga rata-rata CPO global pada Mei 2015 masih stagnan dan cenderung menurun dibandingkan bulan lalu. Harga rata-rata Mei hanya mampu bertengger di US$ 653,2 per metrik ton dengan pergerakan harga harian di kisaran US$ 642,50–US$ 665 per metrik ton.
Sementara itu, harga harian CPO global dua pekan pertama Juni lebih bergairah, harga harian pada pekan pertama menunjukkan sedikit kenaikan dan agak stabil di kisaran US$ 672–US$ 680 per metrik ton. Akan tetapi pada pekan kedua harga kembali mulai melorot di kisaran US$662 – US$ 670 per metrik ton.
“Gapki memperkirakan harga CPO hingga akhir Juni masih akan stagnan dan bergerak di kisaran US$ 640-US$ 680 per metrik ton,” ujar Fadhil.
Sementara itu Harga Patokan Ekspor Juni 2015 ditentukan oleh Kementerian Perdagangan sebesar US$ 604 dan Bea Keluar 0 persen dengan referensi harga rata-rata tertimbang (CPO Rotterdam, Kuala Lumpur dan Jakarta) sebesar US$ 674,96 per metrik ton. Dengan melihat tren harga CPO global yang bergerak di bawah US$ 750 per metrik ton, GAPKI memperkirakan harga Bea Keluar untuk Juli akan tetap 0 persen.
(gen)