Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengatakan bahwa pihaknya bukan hanya yang bertanggungjawab atas lamanya
dwelling time, atau rentang waktu antara pengeluaran peti kemas dari kapal hingga dibongkar. DJBC menilai
dwelling time merupakan tanggungjawab dari berbagai lembaga dan kementerian terkait.
Lebih lanjut, DJBC mengatakan bahwa di antara seluruh proses
dwelling time selama 5,5 hari, DJBC hanya mengelola 0,6 hari, atau 11 persen saja. Sedangkan 89 persen rentang waktu sisanya, atau sebanyak 4,9 hari, dikelola oleh kementerian teknis maupun otoritas pelabuhan.
"Masalah
dwelling time itu bukan hanya tanggungjawab bea cukai. Bea cukai hanya sebagian kecil yang ada di dalam mekanisme di pelabuhan sejak barang dibongkar dari kapal hingga dikeluarkan," ujar Plt Direktur Jenderal DJBC Kemenkeu, Supraptono di Jakarta, Selasa (23/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam melaksanakan tugasnya, ia menambahkan bahwa DJBC membagi tiga pemeriksaan kontainer ke dalam tiga jalur, yaitu jalur hijau (mitra utama), jalur kuning, serta jalur merah. Setiap jalurnya memiliki rentang waktu pemeriksaan yang berbeda-beda tergantung dari rumitnya proses pemeriksaan.
Jalur merah memiliki lama waktu pemeriksaan selama 5,29 hari, jalur kuning memerlukan waktu 2,79 hari, dan jalur hijau selama 10 menit saja. Dalam hal jalur pemeriksaan bea cukai, Supraptono mengatakan bahwa sebagian besar kontainer yang diperiksa melalui jalur hijau, atau jalur yang paling cepat pemeriksaannya.
"Dari 1,15 kontainer yang kami kelola pada bulan ini, yang diperiksa lewat jalur hijau sebanyak 79 persennya. Sedangkan yang lewat jalur merah, atau jalur paling lama, hanya sebanyak enam persennya. Jadi memang proses kita relatif membaik dari segi pembagian jalur ini," tambahnya.
Supraptono juga mengatakan kalau
dwelling time yang lama justru terjadi pada proses sebelum kontainer-kontainer tersebut diberikan ke DJBC, atau biasa disebut dengan
pre customs clearance. Di dalam proses yang memakan waktu 3,6 hari tersebut, ia mengatakan bahwa sebanyak 51 persen komoditas impor masih diwajibkan untuk memenuhi perizinan impor dari instansi teknis terkait sehingga
dwelling time semakin lama.
"Selain itu, lamanya proses
pre customs clearance juga disebabkan oleh para pengusaha yang menimbun barang sebelum kita periksa. Data saat ini menunjukkan bahwa 43 persen importir baru menyampaikan pemberitahuan impor barang ke kami, padahal barang telah dibongkar dari kapal tiga hari sebelumnya," tambahnya.
Sebelumnya, ancaman pencopotan jabatan terkait permasalahan di pelabuhan dilontarkan Presiden Jokowi ketika melakukan peninjauan ke Kantor Pelayanan Terpadu Terminal Penumpang Nusantara Pura Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (17/6).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menekankan bahwa urusan pemerintah adalah memberikan pelayanan, sedangkan permasalahan tracking dan loading merupakan urusan pelaku bisnis. Oleh sebab itu, ia menegaskan agar institusi pemerintah, baik di kementerian maupun lembaga terkait bisa memperbaiki
dwelling time untuk bersaing dengan negara-negara tetangga Indonesia.