BI Proyeksi Ekonomi RI Hanya Tumbuh 4,7% di Kuartal II

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 09 Jul 2015 10:14 WIB
Bank Indonesia menilai hanya belanja pemerintah yang bisa membuat ekonomi Indonesia tumbuh di atas 5 persen pada tahun ini.
Seorang p[ria melintas di balik pagar Bank Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2015 tidak akan banyak berubah dari pertumbuhan kuartal sebelumnya 4,7 persen. Kendati demikian, BI masih optimistis ekonomi nasional tumbuh di kisaran 5-5,4 persen pada tahun ini.

"Kalau kami di BI masih meyakini pertumbuhan ekonomi 2015 di kisaran 5-5,4 persen walaupun kami ikuti sekarang ternyata kinerja pertumbuhan di kuartal II tidak terlalu menggembirakan," ujar Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, di Jakarta, Rabu (8/7) malam.

Menurut mantan Menteri Keuangan itu, Indonesia perlu fokus dalam menggenjot roda ekonomi di paruh kedua agar pertumbuhannya sesuai dengan yang diproyeksi BI 5-5,4 persen. Konsumsi pemerintah, diharapakan Agus bisa menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi semester II di tengah keleseuan ekspor komoditas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Andalan utama hanya spending pemerintah investasi dan konsumsi domestik," ujarnya.

Sebelumnya dua lembaga keuangan multilateral memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini. Bank Dunia memprediksi ekonomi nasional hanya akan tumbuh 4,7 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 5,2 persen. Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) merevisi turun proyeksinya menjadi 5 persen dari sebelumnya 5,5 persen.

Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop mengatakan ada beberapa sentimen ekonomi dari sisi eksternal dan domestik yang diperkirakan masih akan menghantui masa depan ekonomi Indonesia.

Dari sisi ekternal, perang kurs dan rendahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang akan menekan kinerja ekspor Indonesia.

"Dan juga kita masih menanti pemulihan ekonomi Eropa paska krisis Yunani," ujar Diop.

Sementara dari sentimen domestik, fluktuasi inflasi akibat harga pangan dan ketidakstabilan harga bahan bakar minyak (BBM) diprediksi mampu melemahkan daya beli masyarakat. Mengenai kebijakan harga BBM ini, Diop pun sempat melontarkan kritiknya kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Diop mengungkapkan, pemerintah Jokowi memangkas biaya subsidi menjadi 0,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun ini. Reformasi subsidi BBM ini mulai berlaku efektif per Januari 2015.

Diop menuturkan, hal ini menimbulkan kebingungan dan memicu kekhawatiran apabila belanja subsidi yang sifatnya boros serta regresif itu akan meningkat lagi, terutama jika harga BBM dalam rupiah kembali naik.

"Tapi implementasi sistem penetapan harga baru untuk bensin dan solar sejauh ini tidak merata. Pemerintah belum menunjukkan konsistensi perubahan lainnya," ujar dia.

(ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER