Jakarta, CNN Indonesia -- Para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) atau Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku khawatir terhadap pelemahan bursa saham China yang anjlok kemarin mengingat negara tersebut adalah salah satu mitra dagang dan investasi terbesar bagi republik ini.
Namun, para pengusaha berupaya untuk tidak panik akan situasi itu dan berharap kekisruhan pasar modal China hanya bersifat temporer.
"Daripada Yunani, kami memang lebih
aware akan ekonomi China karena mungkin komitmen ekonomi mereka, baik investasi maupun perdagangan ke Indonesia bisa saja terganggu. Apalagi kini produksi China sedang
bubble dan akan meledak, tapi sebisa mungkin jangan panik karena dampaknya mungkin tidak begitu signifikan," jelas Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Kamis (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengatasi dampak anjloknya pasar modal China, Hariyadi mengatakan bahwa kebijakan pemerintah dibutuhkan untuk menangkal hal tersebut. Menurutnya pemerintah perlu mempercepat pelaksanaan substitusi impor agar tak terlalu bergantung dengan ekonomi China.
"Salah satu yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menghambat dampak pasar modal China adalah dengan memperkuat sektor riil, salah satunya adalah mempercepat substitusi impor agar kita tidak terpengaruh oleh ekonomi China secara mendalam. Dengan hal tersebut, semoga kedepannya kita tidak panik lagi apabila pasar negara tersebut bergoncang," jelasnya.
Senada dengan Hariyadi, Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan bahwa goyahnya pasar modal China juga sedikit banyak berdampak langsung ke Indonesia. Namun, kali ini menurutnya dampak terbesar akan lebih dihadapi dari sisi investasi dibandingkan perdagangan.
"Karena kalau bursa mereka goyah, artinya kan para pengusaha China tidak mau lagi menjaminkan dananya di pasar modal situ, sedangkan dana usaha yang tidak jadi digelontorkan pengusaha itu kan bisa saja nantinya ada yang mengalir ke Indonesia. Jadi mungkin lebih berpengaruhnya ke investasi," jelas Suryo.
Kendati demikian, Suryo dan Hariyadi berharap bahwa kejadian ini hanya akan bersifat sementara dan tidak memengaruhi Indonesia secara signifikan. "Semoga hal ini bersifat temporer. Dengan
size ekonomi mereka yang besar, kami berharap perekonomian mereka bisa stabil lagi," tutur Suryo.
Dari sisi investasi riil di Indonesia, BKPM mencatat adanya realisasi investasi Tiongkok pada tahun 2014 mencapai angka US$ 800 juta dengan 501 jumlah proyek investasi, atau menduduki peringkat ke-delapan dari keseluruhan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan total nilai US$ 28,53 miliar.
Sedangkan pada kuartal I 2015 sendiri nilai investasi Tiongkok berjumlah US$ 75,1 juta atau 1,14 persen dari total PMA senilai US$ 6,56 miliar.
(gen)