Jakarta, CNN Indonesia -- Chief Executive Officer (CEO) MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengkritik kebijakan pemerintah di bidang ekonomi yang dinilainya belum tepat sasaran dan lamban dalam melakukan eksekusi dalam menghadapi gejolak.
“Saya rasa program ekonominya belum tepat sasaran dan kurang cepat mengeksekusi. Dalam situasi seperti sekarang ini kita sangat perlu kecepatan dan ketepatan. Karena seperti orang sakit panas, kalau misalnya obatnya kelamaan, bisa sampai 39 derajat misalnya. Bisa
step (kejang),” ujarnya saat bersilaturahmi di rumah dinas Menteri Perindustrian (Menperin) di kompleks Widya Chandra, Jakarta, Jumat (17/7).
Ketua Umum DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) ini menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sudah tidak seperti dulu. Menurutnya, pada tahun 70-an Indonesia memperoleh topangan ekonomi dari booming harga minyak. Sebagai negara pengekspor minyak, lanjutnya, Indonesia diuntungkan karena harga minyak waktu itu tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kemudian pada tahun 80 sampai 90-an Indonesia tertolong industri manufaktur. Sehingga uang masuk banyak, lapangan pekerjaan juga banyak. Sementara tahun 2000-an kita terbantu dengan peningkatan harga komoditas yang sangat luar biasa seperti kelapa sawit, batubara, dan karet, sehingga ekspor kita juga sempat tinggi,” jelasnya.
Namun, lanjut Hary, sekarang Indonesia mengjadi pengimpor minyak. Menurutnya, dengan nilai tukar rupiah yang mahal, maka menjadi hal yang berat. Kemudian, ia menilai Indonesia sudah bergeser dari ekonomi berbasis produksi ke konsumsi, sehingga basis manufaktur tidak kuat dalam menopang ekonomi.
“Kemudian harga komoditas saat ini sedang lemah. Padahal 60 persen ekspor kita selain migas adalah komoditas. Artinya kita harus memperkuat dalam negeri dengan investasi dan bagaimana dana perbankan bisa mengalir ke dunia usaha dengan tepat. Sekarang harusnya beralih ke pola investasi. Hal itu agar bisa menopang ekonomi, mengaktifkan dunia usaha dan membuka lapangan kerja,” jelasnya.
Seperti diketahui, Bank Dunia memangkas proyeksi pertubuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini menjadi 4,7 persen. Pemangkasan ini cukup ekstrim mengingat proyeksi terakhir yang dikeluarkan lembaga keuangan multilateral itu sebesar 5,2 persen.
"Baseline pertumbuhan ekonomi direvisi turun. Ini menurun cukup ekstrim dari yang kami prediksi Maret lalu," ujar Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop di Jakarta, belum lama ini.
Diop menuturkan pertumbuhan 4,7 persen di kuartal I lalu merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 2009. Setelah itu, lanjutnya, Indonesia masih mengalami tekanan dari sisi konsumsi rumah tangga maupun pemerintah.
(gir/gir)